Skip to main content

Posts

Showing posts from 2008

Intersection

Saya tidak mengerti, mengapa kamu harus menyembunyikannya. Tahukah kamu, bahwa dari semua tutur kata dan tatapan matamu, aku tahu kamu menyukai dia. Kamu menceritakan dia berulang-ulang seolah dia adalah sumber inspirasi yang tak kunjung habis. Dia selalu mewarnai hari-harimu. Tak pernah satu haripun terlewat tanpa nama nya kau sebutkan. Yaa, memang terkadang kamu menceritakan tentang istrinya, tentang rekan kerjanya atau tentang kejadian-kejadian tidak penting. Tapi bukan kejadian itu yang ingin kau ceritakan. Kau hanya ingin menceritakan dia. Mungkin jiwamu sedang bergejolak. Ada rasa berdosa menyelinap dalam relung-relung dadamu. Tapi juga ada perasaan indah tak tertahan yang menyemburkan jutaan kegairahan hidup. Lalu tiba-tiba kerinduan menyeruak dalam lautan kegalauan yang sedang kau sebrangi, membuat langkahmu berhenti. Dan berhenti. Di titik ini, kau tidak tahu lagi harus bagaimana. Kenapa cinta ini tak lagi semudah masa SMA.. (Kau tercenung sambil memandangi bayimu yang sedan

Mak Comblang

Seminggu yang lalu gue nonton lagi pelem Mulan, inget gak adegan dimana Mulan akan dipertemukan oleh Mak Comblang yang akan mencarikan jodoh buat dia? Entah kenapa tiba-tiba pikiran itu terlintas di otak gue semalam, saat gue berjalan dibawah rinai hujan dari halte busway ke rumah. Mungkin dipicu oleh permintaan beberapa teman gue yang masih jomblo untuk dicarikan jodoh oleh gue, atau mungkin juga gue teringat beberapa pengalaman gue menjodohkan orang. Kalau saja profesi Mak Comblang ini bisa menjadi profesi yang "lazim" dan menghasilkan di Indonesia (kayak di film Mulan itu) gue pasti akan ngelamar..he..he.. Gue merasa punya passion melakukan upaya perjodohan-perjodohan ini. Udah ada 3 pasangan yang sukses menikah karena perjodohan gue, katanya sih harusnya gue dah punya tiga rumah di Surga...he..he.. Kalau ada yang mau ngontrak, silahkan hubungi gue. Satu kelebihan gue yang lain, gue dapat dengan mudah menangkap sinyal-sinyal orang yang sedang jatuh cinta kepada orang l

She Think...

Beberapa bulan belakangan gue mengamati cara berpikir seseorang. Dulu gue tidak terlalu memperhatikannya, tapi belakangan ini cara pikir seseorang ini begitu menarik untuk gue renungkan. Kalau kita perhatikan, maka ia terlihat seperti orang yang tidak bersyukur, orang yang tidak menikmati hidup. Pandangannya tentang hidup melulu diwarnai oleh kesulitan, yang terkadang membuat kita (atau gue paling tidak) merasa ngeri untuk melangkah melalui jejak yang sama dengan yang pernah ia lalui. Selalu ada kata yang dalam istilah anak-anak vibrant "negatif", tidak inspiring. Sepertinya hidup ya seperti itu..tidak bisa dirubah. Mungkin dia cuma mencoba realistis dengan situasi yang ada, tidak mau terjebak dalam imaginasi tentang kehidupan yang indah dan penuh bunga. Mungkin ini yang membedakannya 180 derajad dengan gue. Gue selalu menganggap hidup gue indah, apapun situasinya. Gue mencoba realistis dengan apa yang gue hadapi sekarang, tapi gue tak pernah berhenti bermimpi tentang kehidup

Puasa di Pe Es Ha Ka

Udah delapan tahun gue melewati bulan ramadhan di Pe Es Ha Ka. Tidak banyak yang berubah, lontong dan es masih jadi hidangan utama. Sesekali diselingi oleh "sesuatu" yang sedikit berbeda, misalnya serabi solo atau martabak kubang. Yang berbeda tahun ini adalah jumlah peminat yang berbuka puasa di kantor, sangat menurun drastis. Paling banyak antara 10-12 orang, gabungan anak Leip da Pe Es Ha Ka. Anak-anak yang buka di kantor juga relative lebih pasrah dari tahun lalu, gak neko-neko. Masih inget khan ama Qiki yang protes akan variasi menu, dan membantu Uki buat daftar menu selama sebulan..he..he... Tahun ini, semua nrimo dengan riang gembira apapun yang disediakan oleh Uki. Ya complain dikit-dikitlah soal sambel yang kurang pedes dsb. Tahun ini juga (karena kehadiran gepede), frekuensi buka di luar juga lebih sering. Kwetiau apcai, bakmi senjaya dan rencananya hari ini adalah Nasi Uduk Cikini. Kita juga sempet buka di Penang Bistro atas biaya Om Soros, enak banget. EN sampe m

Tentang Gue

Langkah Kecil Kami

" Jadi elo nikah ama orang Sumbawa Ni" "Trus, kerjaan elo gimana, sayang lagi" " Yakin lu betah, elo khan anak kota banget" Ada suara-suara itu bergema dalam keseharian gue, dalam alam sadar gue, juga dalam alam bawah sadar gue. Gue tidak menganggapnya sebagai sebuah hambatan, tapi justru membantu gue untuk secara jernih memikirkan semuanya. Gue memang bertekad untuk pindah ke Mataram awal tahun depan, sebagai gue, sebagai istri. Soal bagaimana gue akan hidup, tidak pernah gue cemaskan. Gue memang tidak pernah mencemaskan masa depan, tidak pernah mencemaskan soal karier. Saat gue hidup dengan nilai-nilai yang gue percayai, itulah letak kebahagiaan gue. Satu hal yang selalu gue percaya, gue orang yang beruntung. Pekerjaan selalu datang sendiri ke gue, bahkan sering gue tolak karena gue merasa ada yang lebih berhak. Rejeki juga sering datang ke gue dengan cara yang tidak pernah gue duga. Gue sudah mengkontrak rumah di Pagutan Permai, tepatnya di Jalan Danau

Tau Samawa

Setelah berhasil bernegosiasi dengan orang tua gue untuk tidak menggunakan adat-adat dalam pernikahan, ternyata gue tidak bisa terlepas sama sekali dengan hal itu. Di Sumbawa, ada serangkaian prosesi adat yang harus gue jalankan sebelum resepsi pernikahan. Gue bukan tidak menghormati adat, justru gue sangat percaya bahwa rangkaian adat-adat itu pasti punya nilai kebijkannya sendiri. Tapi sungguh gue tidak punya banyak waktu untuk mengikuti semuanya. Dalam perkawinan Sumbawa, calon pengantin harus mengikuti upacara luluran selama satu minggu berturut-turut dengan lulur yang berbeda-beda. Bagian ini berhasil gue skip. Selanjutnya gue harus ikut acara Barodak dan Mancar, tiga hari sebelum berlangsungnya resepsi. Pada bagian ini gue dan suami duduk berdampingan, kepala kami diberi kerudung kain Sumbawa. Selanjutnya ada pengajian dan pembacaan shalawat Nabi. Usai itu, ada tetabuhan yang dibawakan oleh ibu-ibu dengan kidung-kidung khas tau samawa (orang sumbawa). Di sebelah gue telah siap be

Si Nista

Saat masih sekolah dasar dulu, ada pelajaran kesenian di sekolah dimana semua anak mendapatkan giliran untuk menyanyi di depan kelas. Terkadang kita diminta untuk menyanyikan sebuah lagu wajib, kadang juga lagu apapun terserah kita. Lucu kalau gue ingat masa itu, kadang cekikikan sendiri terkenang tingkah polah teman-teman. Ada teman yang hanya bisa menyanyikan lagu garuda pancasila. Apapun tema lagu yang diminta guru, dia keukeuh nyanyi garuda pancasila. Ada juga yang entah kenapa mencintai lagu "kemaren paman datang". Mungkin itu pengalaman pribadinya, atau hanya itu lagu yang di bisa..he..he.. Gue punya lagu favorit gue sendiri, yang sampai saat ini masih sering gue nyanyikan. Dengan pemaknaan dan penjiwaan yang terus bertambah. Gue gak tau judul lagu nya, tapi gue sangat suka lirik lagu nya Serumpun padi tumbuh disawah Hijau menguning daunnya Tumbuh di sawah penuh berlumpur Dipangkuan ibu pertiwi Serumpun jiwa suci Hidupnya nista abadi Serumpun padi mengandung janji Harap

Here and There

Bukan, ini bukan tentang lagu beatles. Ini tentang pemadaman listrik yang sempat membuat panik beberapa orang Jakarta. Lalu saya mengingat malam-malam saya disana...di Sumba, di Buton, di Simeulue..dan di beberapa tempat lain di Indonesia. Malam yang seringkali hanya dihiasi oleh bintang dan bulan. Bahkan saat sebuah sepeda motor melintas, kita dapat melihatnya dengan jelas. Itu terjadi setiap hari...berulang...dan berulang. Kemudian saya mengingat kembali malam saya di sini...di sebuah apartemen di kuningan, milik pengembang yang juga seorang menteri. Saat semua begitu terang benderang..semua lampu menyala. Bahkan di gedung yang belum digunakan. Lalu saya teringat lagi di sana...dan...di sini.. Saya tidak bisa berkata apa-apa... beginikah dunia bekerja?

khayalan masa kecil

Kemaren gue baca tabloid wanita yang bilang cewek pisces itu pengemudi yang sangat buruk. Alasannya adalah karena orang-orang pisces suka berkhayal. Gak perlu diingatkan lagi, gue sebagai orang pisces bisa konfirm tentang hal itu. As far as I know, gue jago banget berkhayal. Pojok tempat gue berkhayal adalah teras samping rumah dan pohon jamblang di kebon wak Aleh (sekarang udah jadi Wisma HS). Hoby menghayal gue sempat juga membuahkan prestasi. Waktu SD gue juara mengarang di tingkat Jakarta Selatan, saat itu gue membuat cerita soal cita-cita gue. U know what, gue dulu bercita-cita jadi insinyur pertanian. Gue ingin mengembangkan program-program pemberdayaan petani, intensifikasi, ekstensifikasi dan sebagainya yang saat itu menjadi programnya orde baru. Tapi saat ini gue terdampar di rimba hukum.. bukan hukum agraria, tapi hukum tata negara. Jauh sekali dari cita-cita masa kecil gue dulu. Lalu pagi ini, gepede ngasih tau sebuah artikel di korang tentang ketahanan pangan. Artikel itu

Malam..

Malam.. gue masih disini, di ruang miting kecil sendirian. Jam udah setengah sembilan. Malam.. akhirnya kerjaan itu selesai juga. Dan gue agak bisa tidur malam ini. Tidak insomnia lagi. Malam.. LEGAAA

(gak) Pengen Kaya

Belakangan gue sering sekali terusik oleh pembicaraan soal kekayaan. Ada beberapa situasi berbeda yang gue hadapi yang acap membuat gue terdiam, tak bisa mengeluarkan sepatah katapun kala seseorang mengeluarkan statement soal ini. Gue lalu berpikir, apakah gue memang tidak pernah bermimpi menjadi kaya? Kenapa gue merasa itu bukan suatu yang penting? Gue memang bermimpi untuk hidup yang menyenangkan, bisa berbagi dengan orang lain, tapi bukan menjadi kaya raya. Apa yang salah dengan diri gue ya?Gue dari dulu tidak merasa harus pergi kemana-mana naik mobil, harus belanja di tempat-tempat mewah atau makan di tempat-tempat mahal. Apakah karena gue belum penah menjadi “KAYA” ? Gue tidak merasa hidup gue ini susah, gue juga bukan orang yang pelit untuk berbagi, padahal duit gue juga pas-pas an aja. Entahlah, gue jadi bingung dengan diri gue sendiri. Gue senang harus naik trans jakarta tiap hari, naek ojek, angkot, dll. Kalau gue pas naek taksi, gue sering ngajak orang yang se arah dengan

Malam Di Empang Tiga

Jam 18.30 malam saat irma telp gue dari ponselnya. Gue masih asik bergoogling di ruang meeting kecil, udah sepi tinggal gue dan si gundul pacul. Tenyata band cowoknya irma yang namanya mirip-mirip fenomena alam itu malam ini maen di w.al.h.i, di empang tiga. Kok di empang tiga yaa?? Perasaan gue di daerah mampang lokasi organisasi itu. Tapi mungkin aja gue salah, secara dah lama gak gaul ama orang-orang dunia per NGO an ini. Si irma mengajak gue melihat cowoknya maen, yang sebenernya temen kantor gue juga. Gue waktu itu semangat-semangat aja, ya apa salahnya siapa tau ada yang menarik. Gue janjian ama irma ketemuan deket republika, sebagai titik temu paling strategis. Gue meluncur naek busway dari halimun, masih penuh banget. Sampe sana ternyata dah mulai, acaranya digelar di halaman organisasi itu. Gue coba mengamati orang-orang yang ada, kok gak ada yang gue kenal. Yaaa at least gue khan kenal ama ED nya yang baru kepilih itu, yang dulu pernah gue temui waktu dia masih di Banjarmasin

Riuh Rendah Persiapan Kawinan

Hampir tiap minggu dalam tiga bulan terakhir ini hidup gue diwarnai oleh kesibukan mengurus kawinan gue. Ada berbagai macam kegiatan, misalnya nganter keluarga gue jahitin kebaya, fitting kebaya, mayetin kebaya, ngambil jas Ar, bikin undangan, cari barang-barang buat anteran (mulai dari celana dalem, mukena, parfum, kain batik etc..etc). Secara calon suami beda kota, jadi yaaa…gue cari-cari itu semua sendiri. Thanks banget buat keluarga gue, runi adek ipar gue yang rajin selalu memberik masukan soal tempat beli bahan, tukang rias akad, makanan buat akad. Dia benar-benar adek ipar yang bisa gue andalkan. Buat urusan jahit menjahit, gepede adalah teman gue yang paling okeh banget deh. Referensi soal Indra Tailor dan New Wijaya Tailor adalah dari beliau. Soal undangan gue dapet referensi dari temennya adek gue, yang baru aja nikah juga. Deassy membantu gue untuk membelikan souvenir di Bali, thanks a lot ya Des. Dan terakhir tentu saja si upuy, adek gue yang selalu gue tenteng kanan kiri

Anak

Beberapa tahun lalu, kalo seseorang menanyakan apakah gue pengen punya anak atau engga. Maka dengan sangat yakin gue akan menjawab..."ENGGAAAK". Gue gak menemukan apa sih enaknya punya anak, repot banget harus bangun malem-malem bikin susu, ngajak dia maen saat gue capek, dan banyak alasan lain yang bisa gue buat-buat. Tapi bukan berarti gue gak suka anak-anak. Semua ponakan gue selalu senang bermain ama gue, bahkan menurut mereka gue adalah tante yang paling baik dan sabar. Apalagi koleksi DVD pelem kartun gue banyaaak sekali (ini karena emang gue senang sekali pelem kartun), sehingga kamar gue adalah surga buat mereka, Selain itu kamar tidur gue penuh dengan gambar-gamabar ponakan gue, yang sebenernya sih belum keliatan sebagai gambar..he..he.. Jelek banget, tapi mereka bangga gambarnya selalu gue pajang di kamar gue. Menjelang hari-hari perakwinan gue, entah kenapa gue semakin pengen punya anak. Gue mulai suka browsing-browsing tentang rumah yang aman buat anak, susu buat

My Very Best Friend

Gue selalu menyimpan kekaguman pada teman gue yang satu ini. Dia adalah teman terbaik yang pernah gue miliki. Walaupun gue baru akrab dengan dia selepas gue kuliah, tapi banyak hal yang bisa menyatukan kita berdua. Kita sama-sama suka jalan-jalan, sama-sama suka ngopi dan sama-sama ngga suka ribut-ribut, sama-sama suka karaoke, sama-sama punya cita-cita melakukan suatu hal kongkrit untuk pengentasan kemiskinan. Dia selalu menjadi pilihan pertama gue saat gue butuh pertolongan. Dia tidak pernah sok idealis, tapi dia sangat idealis. Dia tidak pernah sok baik, tapi dia memang baik. Dia gak pernah sok pinter, tapi dia memang pinter. Dia akan rela melakukan apapun untuk membantu gue. Dia orang yang ada disisi gue saat gue susah. Dia yang menghibur gue saat gue menangis. Dia sangat tulus. Tulus tanpa pamrih. Gue bisa merasakannya dan kalo elo mengenal dia, elo juga pasti bisa merasakannya. Nb: Deassy, tulisan ini buat elo. Yes, you are my very best friend . Tetap semangat ya Des mengejar mi

Haaaahh!!!

Sudah begitu lama kami bersama. Begitu lama sampai kami tidak perlu lagi berucap kata. Bukan berarti kami saling mengerti, tapi kami begitu saling membenci. Kami saling mengintimidasi. Saputan keagungan jiwa yang dulu begitu dipuja, terbusukan oleh bangga. Kami tinggal menjalani yang tersisa, mencoba untuk tidak saling mengganggu. Abai saja, toh tinggal sebentar saja.

Kata

Kata bisa menyampaikan banyak makna, kata juga bisa menyembunyikan banyak makna. Kata bisa menggambarkan siapa yang mengeluarkannya, tapi lebih sering lagi mengelabui kita akan pribadi orang yang mengeluarkannya. Gue banyak berteman dengan orang-orang yang sering bermain dengan kata, I am a lawye r, so for some people it's understandable . Gue sering berpikir, apa makna yang diucapkan seseorang, bahkan lebih jauh lagi gue mempertanyakan pengalaman spiritual atau pengalaman batin yang dialami seseorang pada saat mengucapkannya. Gue tipe orang yang sering tidak banyak bicara dengan orang lain, dan lebih memilih diam dan mencerna setiap kata yang mereka ucapkan. Mungkin gue terlalu berlebihan, tapi itu menarik sekali. Paling tidak membuat gue terus berusaha untuk menggunakan kata secara lebih bertanggungjawab.

Miss Potter

Miss Potter, gue menonton film itu semalam. Hampir sebulan belakangan gue memang sering terkena insomnia. Biasanya gue mengerjakan beberapa hal supaya insomnia gue menjadi produktif. Ngetik list undangan kawinan, bikin tulisan-tulisan kecil, menuangkan rasa penat di dada, atau kadang ngerjain thesis. Semalam gue memtuskan menonton DVD yang baru gue beli di Ambas. Dari beberapa yang gue beli, entah kenapa gue tertarik untuk menonton Miss Potter. Tampaknya gue tidak salah, gue suka sekali dengan film itu. Banyak kesamaan antara tokoh Miss Potter yang diperankan dengan Rene Zwal.. (gue gak tau spellingnya) ini. Kesamaan pertama, soal usia, 32 tahun. Yaaa engga sama-sama amat sih, gue dah 34 tahun gitu looh. Tapi setidaknya kita sama-sama thirty something. Kesamaan kedua, kami suka menuangkan cerita, kalo dia menungkan dalam bentuk gambar, maka gue lebih senang dalam bentuk tulisan. Kesamaan ketiga, gue punya cita-cita yang nyaris sama dengan apa yang dilakukan Miss Potter, mengembangkan

Suara-suara dalam Busway

Pulang kerja, naek busway. Gue berusaha tidur karena kayaknya capek banget, jam 20.30 gue baru keluar dari kantor. Kok gue gak bisa tidur, udah berusaha tapi ada suara-suara rame mendengung di sekeliling gue. Di depan gue ada mbak-mbak gitu, berdua ama temenya pake jilbab lagi curhat tentang kerjaan kantor dengan bersemangat. Di sebelah gue, juga ada mba-mbak dan temannya. Topik yang sama, soal pekerjaan dan teman-teman kantor. Di samping kiri gue, sama juga. Arrggghhh.... Pusing!! Dari hasil nguping gue atas pembicaraan mereka, gue kemudian sok-sok berefleksi. Ternyata sebagian besar orang tidak menyukai pekerjaan mereka dan juga tentu saja rekan-rekan kerja mereka. Kok mereka tahan ya... Gue aja yang teman-teman kantor gue menyenangkan, ya walaupun ada satu-dua orang yang mengjengkelkan, tetap aja gue mulai merasa bete di kantor. Jadi apa ya yang mereka harapkand dari bekerja? Uang? Ya tentu saja. Tapi selain uang? Sesuatu yang membuat kita bersemangat datang ke kantor, bersemangat

Akhirnya Datang Juga..

" Apa yang datang"? " hari pernikahan gue" "Trus, gimana perasaan lu?" "...ehm...gimana ya..e..gak sabar, campur agak stress, campur..deg-degan" Yup, akhirnya gue menikah juga. Setelah usia gue yang ke 34 ini, rasanya pernikahan seperti sudah menjadi suatu keharusan. Paling tidak buat sebagian orang di Indonesia ini. Perasaan gue sekarang bisa dikatakan tidak menentu. Gue memang tidak sabar menunggu moment ini datang, karena buat gue memulai sesuatu yang baru akan selalu menyenangkan. Agak stress juga karena harus mempersiapkan segala sesuatunya seorang diri. Tentu saja termasuk biaya pernikahan gue. Well tapi gak apa-apa lah... Gue mengerti betul kondisi kedua orang tua gue. Sebenernya yang membuat gue tidak sabar bukan karena pernikahan itu sendiri, tapi gue gak sabar untuk mewujudkan mimpi gue bersama Ar. Walaupun harus dimulai dari nol, tapi kami berdua punya keyakinan yang sama tentang masa depan. Yang lebih menyenangkan buat gue, Ar memb

Menjadi Seseorang

Ingin menjadi apakah gue sebetulnya? Pertanyaan ini mengganggu gue belakangan ini. Gue pernah sangat menyukai pekerjaan gue ini. Gue sangat enjoy melakukan berbagai penelitian, bergelut dengan ilmu pengetahuan. Dulu gue bercita-cita menjadi peneliti jagoan dengan segala kemampuan untuk berdebat dan berargumentasi. Lalu, semua itu seakan menjadi tidak bermakna lagi saat ini. Satu hal yang selalu gue ingin lakukan, adalah pekerjaan yang membuat gue merasa berarti buat orang lain. Itulah makanya pilihan menjadi peneliti gue ambil dulu. Lama gue bergelut disini, gue mulai merasakan gue menjadi orang yang narcis. Gue merasa melakukan sesuatu, tapi betulkah gue melakukan sesuatu... Apakah betul motivasi gue seperti itu? Kenapa gue merasa pekerjaan ini hanya seperti bisnis pada umumnya. Ada masanya gue percaya pada apa yang gue lakukan. Tapi lebih banyak gue merasa tidak sreg. Ada ganjalan di hati gue. Ada amarah besar. Gue hanya ingin menjadi seseorang... seseorang yang berguna untuk orang l

Kehilangan

Gue kehilangan banyak hal dalam beberapa hari ini. Pertama kehilangan semangat kerja dan orientasi kerja. Kedua kehilangan kepercayaan kepada beberapa orang dan ketiga kehilangan Ar yang baru saja pulang, kembali ke Lombok. Kehilangan yang pertama dan kedua adalah kehilangan yang amat menyiksa dan mengganggu jiwa gue. Gue tak percaya lagi idealisme ada di kantor ini. Gue tidak percaya lagi dengan orang-orang yang ada di dalamnya, well tidak semua..tapi sebagian besar. Kehilangan Ar tentu juga menyedihkan, tapi toh dia cuma tidak hadir secara fisik, tapi jiwa kami tetap terhubung. Gue memang harus pindah dari Jakarta..

Aku Ingin

Aku ingin menuliskan sesuatu, tapi bukan tentang teori hukum. Aku ingin menyatakan sesuatu, tapi bukan tentang peraturan perundang-undangan atau DPR. Aku ingin berbuat sesuatu, tapi tidak seperti jalan yang saat ini kutapaki. Tapi aku harus berpikir apa Aku harus berkata apa Dan aku harus berbuat apa Aku hanya ingin Tapi tak tau bagaimana

Mengenang Di Restoran

Tadi malam gue menonton pertunjukan musikalisasi puisi-pusi cinta Sapardi. Hahh!! Dada gue masih sesak juga mendengar beberapa pusi itu dibawakan dengan sangat baik dan penuh penghayatan oleh Mbak Reda dan Mas Ari. Mengenang masa menye-menye saat puisi di restoran bergema. Masih inget peraasaan yang mewarnai hati gue dengan kelabu pekat. Masih ingat perasaan putus asa dan sakit yang menyelinap ditidur-tidur malam gue. Ini bunyi pusi di restoran Kita berdua saja Duduk Aku memesan ilalang panjang dan bunga rumput Kau entah memesan apa Aku memesan batu Ditengah sungai terjal yang deras Kau entah memesan apa Tapi kita berdua saja Duduk Aku memesan rasa sakit yang tak putus Dan nyaring lengkingnya Memesan rasa lapar yang asing itu

Surga di Sumba

Waikabubak, 5 Februari 2008 Gue menemukan surga di sini. Di Waikabubak ibukota kabupaten dari Sumba Barat. Disebuah hotel yang berpemandangan menawan. Sawah luas membentang tepat di depan hotel ini, udaranya sejuk dan angin yang berhembus lembut. Kemewahan yang luar biasa buat gue, orang Jakarta yang lebih sering berjibaku dengan asap motor dan asap metromini. Jalan-jalan disini jauh dari kebisingan, jauh dari klakson orang-orang tak sabar yang memburu waktu yang 24 jam sehari tidaklah cukup. Disini gue hidup harmonis dengan waktu. Setiap detiknya menjadi momen yang berharga untuk dinikmati dan disyukuri. Disini, semua berbeda. Gue menulis ditemani secangkir kopi dan beberapa potong pisang goreng dan alunan musik lembut dari burung-burung dan gesekan dedaunan. Ini baru namanya hidup! Dalam hati gue memekik. Tidak ada orang yang memaksa kita harus berbuat apa. Tidak ada yang memaksa kita harus berpikir seperti apa. Kita memegang kuasa penuh atas diri kita dan otak kita. Gue sudah mem

Menjadi Diri Sendiri

Menjadi Diri Sendiri? Wah sok tau banget gue ya, secara ES HA kayak gue gak punyak pengetahuan yang memadai untuk menuliskan artikel semacam itu. Tapi jangan tersesat dulu, maksud tulisan gue disini, gue mau mengenang atau menganalisis (hayah..) saat-saat elo merasa… ”it’s so you”. Gue udah mencatat beberapa moment, ini yang keinget aja, secara umur makin tua, ingetan makin berkurang. 1. Karaoke Time Waktu karaoke ama temen (temen kantor, temen SMA, temen kuliah) dan bahkan ama keluarga gue adalah “moment gila” gue. Gue bisa bersuara sejelek apapun tanpa ada yang nyela, bisa joget seancur apapun tanpa ada yang marah..he..he… Pokoknya saat karaoke, kita ngga bisa dan gak perlu lagi jaim. Keluarkan semua energi dan passion yang kita punya. Makanya gue selalu happy berat kala moment ini datang. 2. Liburan Liburan so pasti adalah moment favorit gue, gak perlu sibuk harus pake baju apa, atau takut salah ngomong, atau takut dimarahin bos. Liburan emang harusnya dilakukan oleh se

Kopi and Me

Kedekatan gue dengan kopi dimulai sejak gue masih sangat kecil. Kakek gue dulu punya kebun kopi yang lumayan besar, dengan tanaman kopi yang subur dan biji-biji kopi yang ranum. Gue masih mengingatnya dengan jelas, bau harum kebun basah dan harum biji kopi yang masak. Gue juga masih ingat penggalan perasaan gue yang tak menentu saat itu, rasa senang bercampur penasaran, ngeblend dalam cita rasa kesukacitaan yang tinggi. Sampai di kebun, gue selalu tidak sabar untuk memanjat batang-batangnya dan memasukan satu persatu biji-biji yang sudah kemerahan ke dalam semacam bakul besar yang gue bawa naek ke atas. Jangan ditanya betapa banyaknya semut merah yang mengerubuti gue saat itu, tapi gak menghalangi semangat gue untuk memetik kopi. Sayang kakek gue harus menjual kebun kopinya, karena perlu biaya yang besar untuk mengobati kakinya yang lumpuh saat itu. Tapi kenangan masa kecil gue memetik kopi bersama sepupu gue terus menginspirasi gue untuk memiliki kebun kopi disaat gue dewasa. Seja

Bosen Kerjaan

Bosen banget belakangan ini. Gak ada gairah untuk kerja, padahal khan ini tahun baru, harusnya semangat baru. Tapi, kok gini ya? Gue kemaren membaca buku nya Covey yang 8th habbit. Biarpun belum selesai, gue rasa buku ini menarik sekali dan harus dibaca oleh semua “pemimpin” sebuah organisasi. Covey menyatakan bahwa pada jaman ini, banyak pemimpin perusahaan atau organisasi yang memperlakukan stafnya seperti jaman industri. Dimana mereka dianggap seperti benda saja, padahal manusia itu terdiri dari empat dimensi yaitu pikiran, jiwa, hati dan tubuh. Keempat dimensi ini harus dipenuhi agar mereka dapat bekerja dengan “luar biasa”. Dan jarang sekali pemimpin sebuah perusahaan atau organisasi yang melihat keempat dimensi ini. Itu kata Covey, belum selesai baca bukunya jadi belum tau apa solusi dia untuk mencerahkan orang-orang yang sedang dilanda kebosanan kayak gue gini. Satu-satu nya hal yang membuat gue bersemangat hanyalah ketemu dengan beberapa teman di kantor yang asik-asik dan lucu.

Blog Baru

Gue punya blog baru. Blog lama gue gak lagi gue urus, disamping cowok gue yang sekarang sering bete karena banyak tulisan yang menyinggung mantan gue, gue juga merasa blog itu terlalu serius…he…he. Gimanapun, barang baru selalu memberi semangat baru, semoga gue lebih rajin ngisi blog ini. Selamat berlibur…