Skip to main content

Langkah Kecil Kami

" Jadi elo nikah ama orang Sumbawa Ni"
"Trus, kerjaan elo gimana, sayang lagi"
" Yakin lu betah, elo khan anak kota banget"

Ada suara-suara itu bergema dalam keseharian gue, dalam alam sadar gue, juga dalam alam bawah sadar gue. Gue tidak menganggapnya sebagai sebuah hambatan, tapi justru membantu gue untuk secara jernih memikirkan semuanya. Gue memang bertekad untuk pindah ke Mataram awal tahun depan, sebagai gue, sebagai istri. Soal bagaimana gue akan hidup, tidak pernah gue cemaskan. Gue memang tidak pernah mencemaskan masa depan, tidak pernah mencemaskan soal karier. Saat gue hidup dengan nilai-nilai yang gue percayai, itulah letak kebahagiaan gue. Satu hal yang selalu gue percaya, gue orang yang beruntung. Pekerjaan selalu datang sendiri ke gue, bahkan sering gue tolak karena gue merasa ada yang lebih berhak. Rejeki juga sering datang ke gue dengan cara yang tidak pernah gue duga.

Gue sudah mengkontrak rumah di Pagutan Permai, tepatnya di Jalan Danau Towuti Mataram. Rumah yang tidak terlalu besar, ada dua kamar, satu akan kami gunakan untuk kamar tidur utama, satu kamar lagi akan kami jadikan perpustakaan dan ruang kerja. Ada ruang keluarga, ruang makan, ruang sholat dan dapur. Cukup untuk kami berdua, bahkan lebih dari cukup. Gue sudah mengisi beberapa perabot. Buku-buku di Jakartapun sudah mulai aku kumpulkan untuk dikirmkan ke sana. Untuk sementara kami akan tinggal disana, sambil mengumpulkan uang untuk membeli tanah dan membangun rumah impian kami.

Gue sudah menjajagi beberapa hal yang bisa gue kerjakan disana. Di komplek gue, ada sekumpulan ibu yang punya program pembinaan desa tertinggal, gue akan bergabung disana nanti. Ar, juga sudah berbicara dengan anak Prof Mala salah satu pembahas UUD 45 dulu supaya buku-buku beliau bisa kami kelola. Mereka sudah mengijinkannya, gue berencana membuat perpustakaan dan cafe di sini, sedikit-demi sedikit sedang kami rintis. Gue juga berencana mengajar, kebetulan Om adalah Dekan di FH Muhamaddiyah. Jadi jalan gue lebih mudah. Tapi gue masih mau mengerjakan ini setelah gue melahirkan anak dan menyusui selama enam bulan full. Gue ingin mengurangi egoisme gue, dan untuk sementara mencurahkan perhatian pada anak gue kelak.

Ar saat ini masih menjadi konsultan media di Newmont. Dia ditawarkan menjadi caleg No. 1 dari salah satu parpol. Gue sebennernya gak setuju, tapi gue gak mau menghalangi kalo dia merasa yakin bisa melakukan sesuatu di sana. Ar juga aktif mengumpulkan mahasiswa2, setiap malam rumah kami rame. Pasti ada yang ngobrol-ngobrol soal politik sampai seni budaya.

Ini langkah kecil kami, untuk memulai hidup yang totally new..
Dari seluruh hidup yang pernah gue jalani, mungkin ini saat yang paling bahagia buat gue. Gue merasa begitu lepas dan bebas mengeskplore keinginan dan cita-cita gue... Inilah hidup.

Comments

Popular posts from this blog

Sketsa Malam

Perempuan itu tersenyum manis menatap kanvas lukisnya. Malam ini dia akan membuatkan lukisan malam terindah untuk laki-laki yang dicintainya. Matanya terpejam saat kuas-kuas nya mulai menggoreskan sketsa malamnya, mulutnya tak henti mengeluarkan kata, seolah ia tengah berbincang dengan seseorang. “Selesai sudah”. Ia tersenyum lebar, ia bayangkan wajah gembira kekasihnya menerima lukisan itu. “Kasih, aku buatkan lukisan malam untuk mu” “Aku tak sabar melihatnya” Perempuan itu mengeluarkan lukisannya, meletakan tepat dihadapan kekasihnya. Sebuah pemandangan malam yang   sempurna.   Sebagian besar didominasi hitam keemasan yang ditimbulkan dari refleksi purnama. Bintang besar kecil berserakan di langit menempati posisi nya masing-masing. Purnama itu, ya purnama itu adalah purnama paling sempurna dari semua yang pernah ada. Lukisan itu pun mengeluarkan suara, ada jengkerik, lolongan anjing, gesekan daun.   Musik alam yang menghadirkan suasana antara ad...

Intersection

Saya tidak mengerti, mengapa kamu harus menyembunyikannya. Tahukah kamu, bahwa dari semua tutur kata dan tatapan matamu, aku tahu kamu menyukai dia. Kamu menceritakan dia berulang-ulang seolah dia adalah sumber inspirasi yang tak kunjung habis. Dia selalu mewarnai hari-harimu. Tak pernah satu haripun terlewat tanpa nama nya kau sebutkan. Yaa, memang terkadang kamu menceritakan tentang istrinya, tentang rekan kerjanya atau tentang kejadian-kejadian tidak penting. Tapi bukan kejadian itu yang ingin kau ceritakan. Kau hanya ingin menceritakan dia. Mungkin jiwamu sedang bergejolak. Ada rasa berdosa menyelinap dalam relung-relung dadamu. Tapi juga ada perasaan indah tak tertahan yang menyemburkan jutaan kegairahan hidup. Lalu tiba-tiba kerinduan menyeruak dalam lautan kegalauan yang sedang kau sebrangi, membuat langkahmu berhenti. Dan berhenti. Di titik ini, kau tidak tahu lagi harus bagaimana. Kenapa cinta ini tak lagi semudah masa SMA.. (Kau tercenung sambil memandangi bayimu yang sedan...

22 Februari 2013

Saya bahkan tak sempat berpikir atau berefleksi tentang ulang tahun saya. Minggu ini pekerjaan terasa begitu menggila. Pikiran saya tersita antara word, excel, keynote, email, proposal, laporan penelitian,   TOR, undangan, hotel kaos peserta, tas peserta, modul, dan tentu saja account bank kantor. Semua menarik-narik saya minta dijadikan prioritas. Saya tenggelam. Tapi saya percaya hidup tak akan membiarkan saya terus tenggelam. Saya jalani saja sambil terus berupaya menghidupkan binar mata, menegakan tubuh yang sudah lunglai dan mengembangkan sisa senyum. Pasti akan berakhir juga. Seorang teman terbaik memberikan sepanjang malam nya menemani saya melewati detik-detik ulang tahun saya. Sekumpulan batu yang lama telah ia kumpulkan   dari berbagai pantai di Indonesia ia berikan sebagai kado. Obrolan panjang kami malam itu, membuat saya lompat dari kubangan yang menenggelamkan. Ia memang selalu hadir, di saat seperti ini. Tanpa saya minta. Pagi hari...