Skip to main content

Posts

Showing posts from 2010

Tiga

satu dari masa lalu satu dari masa sekarang satu dari masa lalu yang berusaha masuk ke masa sekarang mereka berkumpul kini, dalam kosmik yang kuciptakan di sini, kalian adalah kumpulan kata dan huruf yang meminta untuk dibaca tapi keindahan dari tiap kata dan huruf itu telah menjauhkanku dari tujuanku semula untuk membaca kalian dan mencoretnya tanpa ampun aku terseret dalam ombak asumsi, argumentasi dan preposisi yang kalian buat aku kehilangan tanda bacaku dan tak mencoret apapun

Bau-bau

Dari Bau-bau lagi, untuk kesekian kalinya. Bersama pak greg saya memfasilitasi Directors Meeting NGO di Muna dan Bau-bau. Pengalaman yang menarik, saya memang memuja pak greg sejak lama. Cara dia memfasilitasi, terutama dalam menghadapi audiens yang sulit sangat mencegangkan. Satu pembahasan yang memakan waktu cukup panjang adalah soal kepemilikin teman-teman terhadap rencana aksi yang mereka buat. Bukan barang baru bahwa lembaga donor ini sering punya masalah dengan mitra-mitranya. Kalau kata Mbak Yen, organisasi dengan kapasitas membangun jalan desa disuruh bangun jalan tol. Pasti aja gak bakal kesampaian. Tapi rasanya begitulah OMS di Indonesia - terutama di daerah- semua hal mau digeluti. Kadang tak berpikir sumber daya yang dimiliki. Atau dalam bahasa pak Greg, tidak strategik. Tidak perlu kita bersusah-susah ikut dalam suatu isu kalau kita tak punya sumber daya dan yang lebih penting lagi, ada organisasi lain yang bisa mengerjakannya. Untuk itulah kita berjaringan bukan. Dia juga

Et cetera

Banyak hal yang harusnya bisa saya tulis dalam beberapa minggu terakhir ini. Saya berpindah ke lebih dari empat kota dalam sebulan ini, dari Lombok saya ke Bau-bau, lalu berdiam sejenal di Makasar, Jakarta, Bali lalu ke Jakarta kembali. Lelah sudah pasti, kangen suami, apalagi. Dari perjalanan ke berbagai kota itu saya bertemu banyak orang (sebagian besar adalah mereka yang tergabung dalam sebuah organisasi masyarakat sipil) dan mendaapatkan banyak sekali pengetahuan baru tentang dunia OMS ini. Bukan barang baru memang karena saya sudah terlibat di dalamnya selama kurang lebih sepuluh tahun, namun posisi saya di dalam kegiatan itu yang membuatnya berbeda. Saya harus melakukan pemeriksaan terhadap empat organisasi di sultra terkait beberapa aspek, visi dan kepemimpinan, kesolid an tim, budaya organisasi dan knowledge management. Secara umum organisasi ini punya dua problem utama yaitu soal visi dan kepemimpinan yang lemah dan kedua soal knowledge management yang kacau. Lemahnya lea

Kopi atau Teh

Mereka yang sering bepergian ke pelosok Indonesia mungkin sudah sangat mahfum dengan situasi ini. Saat kita bertamu ke rumah seseorang atau ke suatu organisasi tanpa menanyakan keinginan kita, secara otomatis untuk perempuan akan disediakan teh dan kopi untuk laki-laki. Entah sudah berapa lama kebiasaan itu muncul, apakah berdasarkan suatu kebiasaan yang berlaku atau sebetulnya ada nilai tertentu yang melekat saya selalu lupa menanyakannya. Untuk kunjungan keluarga saya dan suami seringkali bertukar minuman yang disuguhkan, karena saya suka kopi dan suami saya tidak begitu suka. Atau kalau dia juga ingin kopi, biasanya kami meminta supaya dibuatkan kopi juga untuk saya. Tentu saja ini kalau bertamu ke rumah orang yang lumayan dekat. Yang menyebalkan adalah saat kita hadir dalam suatu pertemuan yang resmi dan jumlah pembuatan minuman sudah disesuaikan dengan perbandingan laki-laki dan perempuan. Ini saya temui di Lombok saat pertemuan dengan masyarakat adat atau dengan organisasi-orga

Sebuah Sidang

Gue merasa beruntung, mendapatkan kesempatan untuk menyaksikan hal dalam pekerjaan gue sebagai peneliti. Dari sidang tahunan MPR yang gegap gempita, rapat dengar pendapatnya DPR /DPRD, ketemu para petani, nelayan, kepala desa, dsb. Kemaren, untuk pertama kalinya gue ikut dalam sidang sebuah perkara waris di pengadilan agama mataram. Waktu Mark bilang ke gue bahwa tipikal hakim-hakim pengadilan agama di daerah itu tulus-tulus dan baik, gue tidak segera menerima pendapatnya. Yang ada di kepala gue, hakim pengadilan agama itu pasti patriarki dan bias gender...huhu, parahnya gue. Gue sudah memberikan penilaian tanpa pernah sekalipun berhubungan dengan mereka. Padahal ini adalah satu hal yang paling dilarang saat kita ingin berjaringan, gue ingat betul BS menekankan ini saat sharing pengalaman soal networking (Thanks bip). Sidang kemarin sungguh berharga buat gue, disamping mendapat banyak kenalan dari ibu-ibu yang sedang mendaftarkan perceraian gue juga tau betapa beratnya menjadi hakim

Seruan

Gak ngerti. Kenapa setiap menjelang adzan, seluruh corong-corong di mesjid dekat rumah gue berlomba memperdengarkan bacaan ayat-ayat al quran. We're not talking about one or two mosque here, it's more than 6. Gue bahkan tidak bisa menangkap apa sesungguhnya sedang dibaca oleh masing-masing mesjid ini? Jadi apa gunanya mereka menggunakan speaker keras-keras kalau orang tidak bisa memahami apa yang sedang diperdengarkan. Kalau sekedar pengingat shalat, adzan sudah lebih dari cukup, diingatkan oleh 6 adzan kalau memang orang itu mau sholat pasti akan sholat. Atau tujuannya menjalankan ibadah sunah sebelum sholat, tapi yang diperdengarkan hanya kaset kok. Bukan beneran orang yang baca al qur an.   Gue orang yang gak pernah cerewet soal ini, rumah gue di Jakarta juga dekat dengan mushola. Tapi di Lombok, polusi suara dari mesjid sungguh-sungguh menganggu. Bahkan kadang, pagi saat gue baru bangun tidur, mereka memutar sandiwara radio di mesjid dengan suara yang sangat keras. Kalau

pisang

Gue suka sekali dengan pisang. Pisang punya rasa yang beraneka rupa, ada yang bisa dimakan saat mentah untuk jadi pisang goreng atau kolak seperti pisang nangka, pisang tanduk, pisang lampung. Tapi ada juga yang enak dimakan setelah masak, pisang ambon, pisang susu, pisang raja. Makanan yang terbuat dari pisang juga luar biasa variatif, mulai dari ledre, sale, pisang goreng, pisang molen, kolak, keripik pisang, banana split saat dicampur dengan ice cream dan banyak lagi. Tapi ada satu hal lagi yang membuat gue suka pisang, yaitu dia buah yang predictable. Kalau kita membeli jeruk, bisa jadi kita spekulasi terhadap rasanya..kadang maniis banget sampe kayak makan gula, or asem banget sampe ngebanyangin aja udah ngilu. Tidak demikan dengan pisang. Dia sangat pasti pada rasanya. Gue belum pernah dikecewakan oleh pisang. Pisang ambon, ya begitu rasanya..manis legit, pisang nangka juga sama. Mereka tidak pernah mencoba menyimpang dari khitah nya. Tidak seperti buah-buah lain yang kadang me

Berubah?

Lingkungan sudah dipastikan banyak mempengaruhi kebiasaan hidup seseorang. Jangankan buat orang yang pindah dari negara yang punya dua musim ke negara empat musim. Gue yang pindah dalam satu negarapun punya banyak perubahan. Beberapa diantaranya, gue selalu sarapan di Lombok, padahal di Jakarta gue gak pernah pengen menyentuh makanan apapun di pagi hari. Paling pol gue minum kopi dan roti sepotong. Di sini gue makan lengkap, nasi dan lauk-pauknya. Walaupun tetap ditutup dengan secangkir kopi. Kebiasaan ke dua yang berubah adalah selimut, sepanas apapun udara gue selalu tidur dengan selimut saat di Jakarta. Rasanya ada yang salah kalau gue tidak menggunakannya, walaupun itu Cuma selimut tipis dan dipakenya juga basa-basi, yang penting ada bagian tubuh gue yang kena selimut. Di Lombok...wohooo..boro-boro selimut. Memang udara di Lombok agak lebih panas, tapi gak beda-beda bangetlah jakarta kalau malam hari. Kemudian soal musik,gue selalu nyaman mendengarkan lagu jazz saat

Purnama

Purnama, seribu kelu mu menyakitkanku Marahlah padaku Yang menghianatimu, yang menggunakanmu Yang seolah lupa kau menyaksikan semua Jangan, jangan tersenyum lagi padaku Jangan beri aku kesempatan untuk menggunakan namamu Menggunakan pesonamu Menyingkirlah dari hidupku

Kesan Pertama

Hari ini 9 Februari 2009, adalah tepat seminggu gue berada di NTB. Cukup pontang-panting karena mendadak harus pindahan rumah. Cari rumah baru, mindahin perabotan, sampe urusan kontrak sama pemilik rumah. Belum selesai waktu untuk beres-beres rumah, gue harus pergi ke Sumbawa karena ada jadual pelatihan. Diantara kesibukan itu, sempetin menyapa beberapa teman, memastikan FGD program laptah berjalan. Juga menyapa orang tua di rumah yang sangat haru biru saat gue tinggalkan kemaren, bahkan nyokap gak bisa melepaskan dekapannya saat gue sudah harus berangkat. Seminggu di sini, gue merasakan betapa kerasnya kehidupan yang dijalani sebagian orang di tanah ini. Memberikan pelatihan dengan susah payah pada 25 orang, terdiri dari kepala desa, badan perwakilan desa dan petani madu. Membangkitkan optimisme dan berpikir kreatif adalah bagian terberat dalam pelatihan ini. Sibuk dengan persoalan hidup dan kesulitan, membuat semua jalan serasa buntu. Tak ada harapan buat meningkatnya k

Penggalan Kisah Lalu

Gue merasa tidak pernah terlalu mencintai kota ini. Macet, panas, pengap. Semua orang tergesa, tak ada yang santai menikmati suasana. Wajah-wajah tegang, ketidakpedulian dan kekejaman mengalir deras dalam darah kota ini. Harusnya gue dapat dengan mudah meninggalkannya, tanpa ada haru biru kesedihan. Tapi mengapa tidak demikian adanya. Sudut-sudut kota ini menyimpan banyak penggalan cerita hidup gue seperti halnya gue menyimpan banyak cerita tentang kota ini. Satu-satu persatu gambar-gambar itu muncul dalam kepala gue, seperti kumpulan film pendek. Slide Pertama Sebuah warung kopi, di sebuah mall di bilangan Jakarta selatan. Di sana kami sering bertemu. Kami bisa bercerita tentang apa saja, dari soal politik, hukum, sampai seksualitas. Ribuan pembicaraan, ribuan nasehat dan motivasi hidup yang kami share. Dunia harusnya bangga memiliki kita, persahabatan yang tulus tanpa persaingan, tanpa penghakiman, tulus. Ketulusan memang barang langka di kota ini, hanya dengan mereka gue bisa mer

AMAP

Gue menonton tayangan ini di televisi, saat libur tutup tahun lalu. Sungguh mencerahkan di tengah issue persaingan usaha dan perdagangan bebas. Tersebutlah sekelompok petani di Perancis yang menolah sistem standarisasi yang dibuat oleh pasar. Menurut mereka, sistem standarisasi telah menghilangkan lebih dari 90% keanekaragaman hayati yang ada di dunia ini. Contohnya begini, ada puluhan jenis tomat yang ada di dunia. Tapi kenapa kalau kita belanja di supermarket hanya ada beberapa jenis tomat saja yang tersedia? Jawabnya adalah, karena jenis tomat-tomat lain tidak dapat memenuhi standar pasar dalam hal daya tahan kesegaran. Sehingga, tomat-tomat ini sudah akan busuk pada saat harus di shipping ke berbagai negara. Jadilah kita menikmati jenis tomat yang itu-itu saja dan jenis tomat-tomat lain tersingkir. Para petani ini berpandangan bahwa manusia itu punya selera dan keunikan, begitu juga dalam soal makanan. Mengapa manusia mau diseragamkan dalam konteks selera hanya karena soal sta

Aku Ingin Pulang

Liburan akhir tahun ini memang berbeda. Gue baru menyadarinya, betapa banyak yang gue lewatkan. Gue adalah si pemberontak di keluarga. Tidak satupun acara liburan keluarga yang gue ikuti, tidak pernah satupun. Gue selalu punya acara sendiri bersama teman-teman gue, ke Padang, Yogya, Malang, Bandung, dan hampir seluruh daerah di Indonesia. Semua dengan teman gue. Indah sekali rasanya dunia bersama mereka. Gak perlu jadual khusus, gak perlu hotel bagus, asal udah barengan rasanya semua bisa dihadapi. Kali ini gue memilih bersama seluruh keluarga besar gue, dengan ponakan-ponakan, ibu, suami, adik, kakak dan ipar. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Mereka bahagia, anak pemberontak ini sekarang sudah pulang. Sudah mau main ombak dan pasir dengan ponakannya, sudah bercengkrama sampai jauh malam dengan iparnya yang tidak terlalu dekat. Banyak yang ternyata menjadi berbeda kalau kita melewati waktu bersama. Mungkin juga ini fase hidup, saat tidak lagi berpikir melulu tentang gue. Kare