Skip to main content

Posts

Showing posts from April, 2010

Sebuah Sidang

Gue merasa beruntung, mendapatkan kesempatan untuk menyaksikan hal dalam pekerjaan gue sebagai peneliti. Dari sidang tahunan MPR yang gegap gempita, rapat dengar pendapatnya DPR /DPRD, ketemu para petani, nelayan, kepala desa, dsb. Kemaren, untuk pertama kalinya gue ikut dalam sidang sebuah perkara waris di pengadilan agama mataram. Waktu Mark bilang ke gue bahwa tipikal hakim-hakim pengadilan agama di daerah itu tulus-tulus dan baik, gue tidak segera menerima pendapatnya. Yang ada di kepala gue, hakim pengadilan agama itu pasti patriarki dan bias gender...huhu, parahnya gue. Gue sudah memberikan penilaian tanpa pernah sekalipun berhubungan dengan mereka. Padahal ini adalah satu hal yang paling dilarang saat kita ingin berjaringan, gue ingat betul BS menekankan ini saat sharing pengalaman soal networking (Thanks bip). Sidang kemarin sungguh berharga buat gue, disamping mendapat banyak kenalan dari ibu-ibu yang sedang mendaftarkan perceraian gue juga tau betapa beratnya menjadi hakim

Seruan

Gak ngerti. Kenapa setiap menjelang adzan, seluruh corong-corong di mesjid dekat rumah gue berlomba memperdengarkan bacaan ayat-ayat al quran. We're not talking about one or two mosque here, it's more than 6. Gue bahkan tidak bisa menangkap apa sesungguhnya sedang dibaca oleh masing-masing mesjid ini? Jadi apa gunanya mereka menggunakan speaker keras-keras kalau orang tidak bisa memahami apa yang sedang diperdengarkan. Kalau sekedar pengingat shalat, adzan sudah lebih dari cukup, diingatkan oleh 6 adzan kalau memang orang itu mau sholat pasti akan sholat. Atau tujuannya menjalankan ibadah sunah sebelum sholat, tapi yang diperdengarkan hanya kaset kok. Bukan beneran orang yang baca al qur an.   Gue orang yang gak pernah cerewet soal ini, rumah gue di Jakarta juga dekat dengan mushola. Tapi di Lombok, polusi suara dari mesjid sungguh-sungguh menganggu. Bahkan kadang, pagi saat gue baru bangun tidur, mereka memutar sandiwara radio di mesjid dengan suara yang sangat keras. Kalau

pisang

Gue suka sekali dengan pisang. Pisang punya rasa yang beraneka rupa, ada yang bisa dimakan saat mentah untuk jadi pisang goreng atau kolak seperti pisang nangka, pisang tanduk, pisang lampung. Tapi ada juga yang enak dimakan setelah masak, pisang ambon, pisang susu, pisang raja. Makanan yang terbuat dari pisang juga luar biasa variatif, mulai dari ledre, sale, pisang goreng, pisang molen, kolak, keripik pisang, banana split saat dicampur dengan ice cream dan banyak lagi. Tapi ada satu hal lagi yang membuat gue suka pisang, yaitu dia buah yang predictable. Kalau kita membeli jeruk, bisa jadi kita spekulasi terhadap rasanya..kadang maniis banget sampe kayak makan gula, or asem banget sampe ngebanyangin aja udah ngilu. Tidak demikan dengan pisang. Dia sangat pasti pada rasanya. Gue belum pernah dikecewakan oleh pisang. Pisang ambon, ya begitu rasanya..manis legit, pisang nangka juga sama. Mereka tidak pernah mencoba menyimpang dari khitah nya. Tidak seperti buah-buah lain yang kadang me

Berubah?

Lingkungan sudah dipastikan banyak mempengaruhi kebiasaan hidup seseorang. Jangankan buat orang yang pindah dari negara yang punya dua musim ke negara empat musim. Gue yang pindah dalam satu negarapun punya banyak perubahan. Beberapa diantaranya, gue selalu sarapan di Lombok, padahal di Jakarta gue gak pernah pengen menyentuh makanan apapun di pagi hari. Paling pol gue minum kopi dan roti sepotong. Di sini gue makan lengkap, nasi dan lauk-pauknya. Walaupun tetap ditutup dengan secangkir kopi. Kebiasaan ke dua yang berubah adalah selimut, sepanas apapun udara gue selalu tidur dengan selimut saat di Jakarta. Rasanya ada yang salah kalau gue tidak menggunakannya, walaupun itu Cuma selimut tipis dan dipakenya juga basa-basi, yang penting ada bagian tubuh gue yang kena selimut. Di Lombok...wohooo..boro-boro selimut. Memang udara di Lombok agak lebih panas, tapi gak beda-beda bangetlah jakarta kalau malam hari. Kemudian soal musik,gue selalu nyaman mendengarkan lagu jazz saat