Skip to main content

AMAP

Gue menonton tayangan ini di televisi, saat libur tutup tahun lalu. Sungguh mencerahkan di tengah issue persaingan usaha dan perdagangan bebas. Tersebutlah sekelompok petani di Perancis yang menolah sistem standarisasi yang dibuat oleh pasar. Menurut mereka, sistem standarisasi telah menghilangkan lebih dari 90% keanekaragaman hayati yang ada di dunia ini. Contohnya begini, ada puluhan jenis tomat yang ada di dunia. Tapi kenapa kalau kita belanja di supermarket hanya ada beberapa jenis tomat saja yang tersedia? Jawabnya adalah, karena jenis tomat-tomat lain tidak dapat memenuhi standar pasar dalam hal daya tahan kesegaran. Sehingga, tomat-tomat ini sudah akan busuk pada saat harus di shipping ke berbagai negara. Jadilah kita menikmati jenis tomat yang itu-itu saja dan jenis tomat-tomat lain tersingkir.

Para petani ini berpandangan bahwa manusia itu punya selera dan keunikan, begitu juga dalam soal makanan. Mengapa manusia mau diseragamkan dalam konteks selera hanya karena soal standard pasar. Betapa meruginya kita. Kira-kira begitulah dasar filosofis petani-petani ini. Mereka kemudian mengembangkan apa yang disebut dengan pertanian komunitas. Cara bekerjanya kira-kira begini, para petani akan menanam jenis-jenis sayuran dan buah-buahan apa saja yang sudah tidak ada lagi di supermarket atas dasar pemesanan dari komunitas ini. Jadi pada saat mereka menanam, mereka tidak akan takut hasilnya tidak laku dijual, karena sudah ada pembeli pasti. Merekapun mengatakan bahwa dengan sistem ini, mereka melekatkan “perasaan” mereka dalam produk-produk yang mereka tanam. Karena mereka tau, terong ini akan dimakan oleh ibu X yang sedang hamil, atau labu ini akan digunakan oleh bapak Y yang pengurus gereja.

Para pembeli sayur mayur itupun mengaku gembira, karena mereka mendapatkan produk sayur yang langka dan segar. Harganyapun juga jauh lebih murah dibandingkan mereka membeli di supermarket. Mungkinkah diterapkan sistem seperti ini di Indonesia?

Comments

Popular posts from this blog

Sketsa Malam

Perempuan itu tersenyum manis menatap kanvas lukisnya. Malam ini dia akan membuatkan lukisan malam terindah untuk laki-laki yang dicintainya. Matanya terpejam saat kuas-kuas nya mulai menggoreskan sketsa malamnya, mulutnya tak henti mengeluarkan kata, seolah ia tengah berbincang dengan seseorang. “Selesai sudah”. Ia tersenyum lebar, ia bayangkan wajah gembira kekasihnya menerima lukisan itu. “Kasih, aku buatkan lukisan malam untuk mu” “Aku tak sabar melihatnya” Perempuan itu mengeluarkan lukisannya, meletakan tepat dihadapan kekasihnya. Sebuah pemandangan malam yang   sempurna.   Sebagian besar didominasi hitam keemasan yang ditimbulkan dari refleksi purnama. Bintang besar kecil berserakan di langit menempati posisi nya masing-masing. Purnama itu, ya purnama itu adalah purnama paling sempurna dari semua yang pernah ada. Lukisan itu pun mengeluarkan suara, ada jengkerik, lolongan anjing, gesekan daun.   Musik alam yang menghadirkan suasana antara ad...

Intersection

Saya tidak mengerti, mengapa kamu harus menyembunyikannya. Tahukah kamu, bahwa dari semua tutur kata dan tatapan matamu, aku tahu kamu menyukai dia. Kamu menceritakan dia berulang-ulang seolah dia adalah sumber inspirasi yang tak kunjung habis. Dia selalu mewarnai hari-harimu. Tak pernah satu haripun terlewat tanpa nama nya kau sebutkan. Yaa, memang terkadang kamu menceritakan tentang istrinya, tentang rekan kerjanya atau tentang kejadian-kejadian tidak penting. Tapi bukan kejadian itu yang ingin kau ceritakan. Kau hanya ingin menceritakan dia. Mungkin jiwamu sedang bergejolak. Ada rasa berdosa menyelinap dalam relung-relung dadamu. Tapi juga ada perasaan indah tak tertahan yang menyemburkan jutaan kegairahan hidup. Lalu tiba-tiba kerinduan menyeruak dalam lautan kegalauan yang sedang kau sebrangi, membuat langkahmu berhenti. Dan berhenti. Di titik ini, kau tidak tahu lagi harus bagaimana. Kenapa cinta ini tak lagi semudah masa SMA.. (Kau tercenung sambil memandangi bayimu yang sedan...

22 Februari 2013

Saya bahkan tak sempat berpikir atau berefleksi tentang ulang tahun saya. Minggu ini pekerjaan terasa begitu menggila. Pikiran saya tersita antara word, excel, keynote, email, proposal, laporan penelitian,   TOR, undangan, hotel kaos peserta, tas peserta, modul, dan tentu saja account bank kantor. Semua menarik-narik saya minta dijadikan prioritas. Saya tenggelam. Tapi saya percaya hidup tak akan membiarkan saya terus tenggelam. Saya jalani saja sambil terus berupaya menghidupkan binar mata, menegakan tubuh yang sudah lunglai dan mengembangkan sisa senyum. Pasti akan berakhir juga. Seorang teman terbaik memberikan sepanjang malam nya menemani saya melewati detik-detik ulang tahun saya. Sekumpulan batu yang lama telah ia kumpulkan   dari berbagai pantai di Indonesia ia berikan sebagai kado. Obrolan panjang kami malam itu, membuat saya lompat dari kubangan yang menenggelamkan. Ia memang selalu hadir, di saat seperti ini. Tanpa saya minta. Pagi hari...