Perempuan itu tersenyum manis menatap kanvas lukisnya. Malam
ini dia akan membuatkan lukisan malam terindah untuk laki-laki yang
dicintainya. Matanya terpejam saat kuas-kuas nya mulai menggoreskan sketsa
malamnya, mulutnya tak henti mengeluarkan kata, seolah ia tengah berbincang
dengan seseorang.
“Selesai sudah”. Ia tersenyum lebar, ia bayangkan wajah
gembira kekasihnya menerima lukisan itu.
“Kasih, aku buatkan lukisan malam untuk mu”
“Aku tak sabar melihatnya”
Perempuan itu mengeluarkan lukisannya, meletakan tepat
dihadapan kekasihnya. Sebuah pemandangan malam yang sempurna.
Sebagian besar didominasi hitam keemasan yang ditimbulkan dari refleksi
purnama. Bintang besar kecil berserakan di langit menempati posisi nya
masing-masing. Purnama itu, ya purnama itu adalah purnama paling sempurna dari
semua yang pernah ada. Lukisan itu pun mengeluarkan suara, ada jengkerik,
lolongan anjing, gesekan daun. Musik
alam yang menghadirkan suasana antara ada dan tiada.
“Sayang, terimakasih, aku tak pernah melihar purnama seindah
ini”, ujar lelaki itu
“Lukisan itu akan sangat sempurna dengan kopi, pisang goreng
dan percakapan kita” jawab perempuan itu.
Laki-laki itu menganggukan kepalanya, lalu mengambil
secangkir kopi hitam yang ada di meja. Menyeruputnya pelan sambil memandang
lukisan malam kekasihnya. Kemudian ia mengambil telepon selularnya. Ia berniat
membagikan keindahan lukisan itu kepada tiga perempuan lain di luar sana.
Hening.
Perempuan itu menunggu.
Beberapa waktu berlalu. Laki-laki itu masih bercakap panjang
dengan mereka. Lincah jemarinya berpindah dari satu jendela satu ke jendela
lain. Senyum-senyum simpul menghiasi wajahnya. Percakapan yang seru pasti telah
terjadi di dunia selularnya.
Perempuan itu masih menunggu.
Sesekali dilontarkan satu dua patah kata, tapi tak ada jawab
dari kekasihnya.
Perempuan itu mulai mengeluarkan air matanya. Air mata itu
berbeda, tidak menetes keluar di
pipinya, tapi menetes ke dalam hatinya. Sedangkan wajahnya masih terus
tersenyum dan matanya masih terpancar berbinar.
Laki-laki itu memang bersamanya, memandangi keindahan
lukisannya. Tapi buatnya tak pernah sempurna karena ia hadir sebatas tubuhnya
saja. Ia tidak bercakap tentang lukisan itu dengan dirinya.
Perempuan itu tak hendak merusak lukisan malamnya. Biar
lelaki itu mendapatkan suasana sempurna untuk dibagikan pada
kekasih-kekasihnya. Ia terus tersenyum. Air mata menetes di hatinya. Matanya
tetap berbinar.
Perempuan itu teringat akan banyak lukisan-lukisan lain yang
ia ciptakan untuk laki-laki itu. Ribuan sudah, tapi tak ada yang berhasil
melepaskan dia dengan selulernya. Hanya satu lukisan saja yang bisa membuat
laki-laki itu mau bercakap dengannya, sebuah lukisan dengan pemandangan malam
temaram, ada sebuah tempat tidur dan ia ada di situ dengan tubuh
telanjang. Laki-laki itu bisa bercakap
panjang dengan dia setiap kali ia hadirkan lukisan itu. Hanya itu.
Perempuan itu masuk ke rumahnya, mengambil semua koleksi
lukisan-lukisann yang ia buat untuk laki-laki itu. Dia buang semua lukisan itu ke gerobak
sampah. Ia tak ingin melukis lagi. Ia
sudah berhenti.
Comments