Skip to main content

22 Februari 2013


Saya bahkan tak sempat berpikir atau berefleksi tentang ulang tahun saya. Minggu ini pekerjaan terasa begitu menggila. Pikiran saya tersita antara word, excel, keynote, email, proposal, laporan penelitian,  TOR, undangan, hotel kaos peserta, tas peserta, modul, dan tentu saja account bank kantor. Semua menarik-narik saya minta dijadikan prioritas. Saya tenggelam.

Tapi saya percaya hidup tak akan membiarkan saya terus tenggelam. Saya jalani saja sambil terus berupaya menghidupkan binar mata, menegakan tubuh yang sudah lunglai dan mengembangkan sisa senyum. Pasti akan berakhir juga.

Seorang teman terbaik memberikan sepanjang malam nya menemani saya melewati detik-detik ulang tahun saya. Sekumpulan batu yang lama telah ia kumpulkan  dari berbagai pantai di Indonesia ia berikan sebagai kado. Obrolan panjang kami malam itu, membuat saya lompat dari kubangan yang menenggelamkan. Ia memang selalu hadir, di saat seperti ini. Tanpa saya minta.

Pagi hari, teman terbaik saya yang lain memberikan puisi ini untuk saya. Ah bahkan saya belum meminta ijin padanya untuk memasukan ini pada blog saya. Tapi saya yakin dia mengijinkan.  Terimakasih sudah menjadi teman sekaligus rekan kerja yang begitu baik, tulus dan penuh cinta kasihJ


Sesal itu tak perlu, Dik Amal
Pesannyalah yang begitu membekas
Tiap kehebatan dilahap begitu saja
Tak bersisa
Prasangka terhadap kehidupan
Memberanikannya akan segala tantangan
Terus bercahaya
Meskipun dalam kegelapan
Sejentik pun adalah harapan
Mudah-mudahan
Tak lupa juga untuk bersandar
Toh, lelah pun akan berangsur
Pikulan dunia memang memberatkan kadang
Pesannya juga, tak lupa diangkut dengan senyum


Sekumpulan doa terkirimkan dari berbagai tempat sana. Api saya kembali menyala. Api energi yang akan menjaga saya pada sepanjang perjalanan hidup saya. Saya jarang berdoa, jadi kalau banyak hal baik terjadi pada saya, pasti karena doa teman dan orang-orang yang sayang pada saya.

Siang dan sore, kesibukan kembali menyita saya sampai menjelang malam. Seorang kakak yang baik hati tiba-tiba datang ke kantor, mengajak saya merayakan ulang tahun bersama gank puri. Betapa penutupan malam yang menyenangkan. Terimakasih pada kalian semua, saya merasa beruntung dan begitu beruntung. 

Comments

Popular posts from this blog

Et cetera

Banyak hal yang harusnya bisa saya tulis dalam beberapa minggu terakhir ini. Saya berpindah ke lebih dari empat kota dalam sebulan ini, dari Lombok saya ke Bau-bau, lalu berdiam sejenal di Makasar, Jakarta, Bali lalu ke Jakarta kembali. Lelah sudah pasti, kangen suami, apalagi. Dari perjalanan ke berbagai kota itu saya bertemu banyak orang (sebagian besar adalah mereka yang tergabung dalam sebuah organisasi masyarakat sipil) dan mendaapatkan banyak sekali pengetahuan baru tentang dunia OMS ini. Bukan barang baru memang karena saya sudah terlibat di dalamnya selama kurang lebih sepuluh tahun, namun posisi saya di dalam kegiatan itu yang membuatnya berbeda. Saya harus melakukan pemeriksaan terhadap empat organisasi di sultra terkait beberapa aspek, visi dan kepemimpinan, kesolid an tim, budaya organisasi dan knowledge management. Secara umum organisasi ini punya dua problem utama yaitu soal visi dan kepemimpinan yang lemah dan kedua soal knowledge management yang kacau. Lemahnya lea

Paris I Love u

Saya penikmat film-film drama romantis, walaupun kata orang film-film macam itu “kacangan”. Ah, tapi saya tidak terlalu peduli dengan kata orang. Saya menonton dan membaca yang saya suka.   Ada satu hal yang saya nikmati dengan film-film drama romantis, mereka menampilkan tempat-tempat yang memang ingin saya datangi. Danau yang indah, city light, jalan-jalan romantis, café yang nyaman, kopi yang enak. Minggu ini saya menonton lebih dari lima film dengan setting kota Paris. Ya, saya memang selalu terobsesi dengan Paris, kota yang harus saya datangi sebelum saya mati.   Para pembuat film ini sungguh membuat saya menjadi terengah-engah untuk segera mewujudkan mimpi saya. Saya seperti ingin segera berada di sana. Mungkin sekali sebagian besar yang ditampilkan di film-film itu adalah fantasi, tapi saya tetap ingin ke sana. Saya benci dengan kenyataan bahwa film-film Indonesia tidak bisa membuat saya melihat kota-kota di Indonesia dengan cara yang sama.   Jakarta misalnya