Skip to main content

Si Nista

Saat masih sekolah dasar dulu, ada pelajaran kesenian di sekolah dimana semua anak mendapatkan giliran untuk menyanyi di depan kelas. Terkadang kita diminta untuk menyanyikan sebuah lagu wajib, kadang juga lagu apapun terserah kita. Lucu kalau gue ingat masa itu, kadang cekikikan sendiri terkenang tingkah polah teman-teman. Ada teman yang hanya bisa menyanyikan lagu garuda pancasila. Apapun tema lagu yang diminta guru, dia keukeuh nyanyi garuda pancasila. Ada juga yang entah kenapa mencintai lagu "kemaren paman datang". Mungkin itu pengalaman pribadinya, atau hanya itu lagu yang di bisa..he..he..

Gue punya lagu favorit gue sendiri, yang sampai saat ini masih sering gue nyanyikan. Dengan pemaknaan dan penjiwaan yang terus bertambah. Gue gak tau judul lagu nya, tapi gue sangat suka lirik lagu nya

Serumpun padi tumbuh disawah
Hijau menguning daunnya
Tumbuh di sawah penuh berlumpur
Dipangkuan ibu pertiwi

Serumpun jiwa suci
Hidupnya nista abadi
Serumpun padi mengandung janji
Harapan ibu pertiwi

Gue ingin menjadi padi itu, kala pertama gue mendengar lagu itu, mungkin saat usia gue masih 8-9 tahun. Gue kagum dengan padi yang hidup dengan kesederhanaan, dikelilingi kotoran dan bentuknya sama sekali tidak menawan. Tapi dia menyimpan kekuatan, sebagai sumber makanan bagi manusia, makhluk yang lebih mulia darinya. Gue saat itu berpikir, gue ingin memiliki pribadi seperti serumpun padi itu.

Kini, beberapa puluh tahun berlalu, lagu itu masih terus menghiasi kalbu gue. Nilai serumpun padi masih terus gue tancapkan di hati gue. Walaupun kadang, tergoda hati ini untuk menjadi sekuntum mawar yang anggun, atau melati yang harum. Tapi jiwa gue tetap serumpun padi.

Comments

Popular posts from this blog

Sketsa Malam

Perempuan itu tersenyum manis menatap kanvas lukisnya. Malam ini dia akan membuatkan lukisan malam terindah untuk laki-laki yang dicintainya. Matanya terpejam saat kuas-kuas nya mulai menggoreskan sketsa malamnya, mulutnya tak henti mengeluarkan kata, seolah ia tengah berbincang dengan seseorang. “Selesai sudah”. Ia tersenyum lebar, ia bayangkan wajah gembira kekasihnya menerima lukisan itu. “Kasih, aku buatkan lukisan malam untuk mu” “Aku tak sabar melihatnya” Perempuan itu mengeluarkan lukisannya, meletakan tepat dihadapan kekasihnya. Sebuah pemandangan malam yang   sempurna.   Sebagian besar didominasi hitam keemasan yang ditimbulkan dari refleksi purnama. Bintang besar kecil berserakan di langit menempati posisi nya masing-masing. Purnama itu, ya purnama itu adalah purnama paling sempurna dari semua yang pernah ada. Lukisan itu pun mengeluarkan suara, ada jengkerik, lolongan anjing, gesekan daun.   Musik alam yang menghadirkan suasana antara ad...

Intersection

Saya tidak mengerti, mengapa kamu harus menyembunyikannya. Tahukah kamu, bahwa dari semua tutur kata dan tatapan matamu, aku tahu kamu menyukai dia. Kamu menceritakan dia berulang-ulang seolah dia adalah sumber inspirasi yang tak kunjung habis. Dia selalu mewarnai hari-harimu. Tak pernah satu haripun terlewat tanpa nama nya kau sebutkan. Yaa, memang terkadang kamu menceritakan tentang istrinya, tentang rekan kerjanya atau tentang kejadian-kejadian tidak penting. Tapi bukan kejadian itu yang ingin kau ceritakan. Kau hanya ingin menceritakan dia. Mungkin jiwamu sedang bergejolak. Ada rasa berdosa menyelinap dalam relung-relung dadamu. Tapi juga ada perasaan indah tak tertahan yang menyemburkan jutaan kegairahan hidup. Lalu tiba-tiba kerinduan menyeruak dalam lautan kegalauan yang sedang kau sebrangi, membuat langkahmu berhenti. Dan berhenti. Di titik ini, kau tidak tahu lagi harus bagaimana. Kenapa cinta ini tak lagi semudah masa SMA.. (Kau tercenung sambil memandangi bayimu yang sedan...

22 Februari 2013

Saya bahkan tak sempat berpikir atau berefleksi tentang ulang tahun saya. Minggu ini pekerjaan terasa begitu menggila. Pikiran saya tersita antara word, excel, keynote, email, proposal, laporan penelitian,   TOR, undangan, hotel kaos peserta, tas peserta, modul, dan tentu saja account bank kantor. Semua menarik-narik saya minta dijadikan prioritas. Saya tenggelam. Tapi saya percaya hidup tak akan membiarkan saya terus tenggelam. Saya jalani saja sambil terus berupaya menghidupkan binar mata, menegakan tubuh yang sudah lunglai dan mengembangkan sisa senyum. Pasti akan berakhir juga. Seorang teman terbaik memberikan sepanjang malam nya menemani saya melewati detik-detik ulang tahun saya. Sekumpulan batu yang lama telah ia kumpulkan   dari berbagai pantai di Indonesia ia berikan sebagai kado. Obrolan panjang kami malam itu, membuat saya lompat dari kubangan yang menenggelamkan. Ia memang selalu hadir, di saat seperti ini. Tanpa saya minta. Pagi hari...