Skip to main content

Anak

Beberapa tahun lalu, kalo seseorang menanyakan apakah gue pengen punya anak atau engga. Maka dengan sangat yakin gue akan menjawab..."ENGGAAAK". Gue gak menemukan apa sih enaknya punya anak, repot banget harus bangun malem-malem bikin susu, ngajak dia maen saat gue capek, dan banyak alasan lain yang bisa gue buat-buat. Tapi bukan berarti gue gak suka anak-anak. Semua ponakan gue selalu senang bermain ama gue, bahkan menurut mereka gue adalah tante yang paling baik dan sabar. Apalagi koleksi DVD pelem kartun gue banyaaak sekali (ini karena emang gue senang sekali pelem kartun), sehingga kamar gue adalah surga buat mereka, Selain itu kamar tidur gue penuh dengan gambar-gamabar ponakan gue, yang sebenernya sih belum keliatan sebagai gambar..he..he.. Jelek banget, tapi mereka bangga gambarnya selalu gue pajang di kamar gue.

Menjelang hari-hari perakwinan gue, entah kenapa gue semakin pengen punya anak. Gue mulai suka browsing-browsing tentang rumah yang aman buat anak, susu buat anak-anak, buku-buku anak dan psikologi anak. Gue sering mengamati bagaimana kakak-kakak gue mendidik anak-anaknya. Menurut gue sih sebagai orang tua mereka masih belum bisa mengorbankan kepentingan mereka untuk anaknya. Jadi, begitu lah... Hari libur, anak di tinggal di rumah, sementara mereka pergi entah kemana. Lah, secara selama semigggu penuh mereka udah ditinggal kerja, kok tega-tega nya meninggalkan anak lagi di weekend.

Gue dididik oleh nyokap yang tidak bekerja dan gue merasakan betapa nyokap begitu berupaya membuat kami sehat. Dia selalu menyiapkan makanan kecil setiap hari, karena jajanan di sekolah banyak yang kotor dan berbahaya. Dia selalu menemani gue belajar setiap hari, walaupun hanya hadir secara fisik tapi gue merasa di menssuport gue.

Gue ingin menjadi ibu yang seperti itu, yang bisa menyiapkan makanan sehat untuk anak gue setiap hari. Memberikan ASI gue selama enam bulan penuh tanpa terhenti, mengajak dia bermain-main di segala aktivitas gue. Kata orang-orang sih berat..tapi gue yakin gue mampu. Apalagi dengan rencana untuk tidak bekerja lagi full time seperti sekarang dan dukungan Ar calon suami gue tersayang.

Comments

Popular posts from this blog

Et cetera

Banyak hal yang harusnya bisa saya tulis dalam beberapa minggu terakhir ini. Saya berpindah ke lebih dari empat kota dalam sebulan ini, dari Lombok saya ke Bau-bau, lalu berdiam sejenal di Makasar, Jakarta, Bali lalu ke Jakarta kembali. Lelah sudah pasti, kangen suami, apalagi. Dari perjalanan ke berbagai kota itu saya bertemu banyak orang (sebagian besar adalah mereka yang tergabung dalam sebuah organisasi masyarakat sipil) dan mendaapatkan banyak sekali pengetahuan baru tentang dunia OMS ini. Bukan barang baru memang karena saya sudah terlibat di dalamnya selama kurang lebih sepuluh tahun, namun posisi saya di dalam kegiatan itu yang membuatnya berbeda. Saya harus melakukan pemeriksaan terhadap empat organisasi di sultra terkait beberapa aspek, visi dan kepemimpinan, kesolid an tim, budaya organisasi dan knowledge management. Secara umum organisasi ini punya dua problem utama yaitu soal visi dan kepemimpinan yang lemah dan kedua soal knowledge management yang kacau. Lemahnya lea

22 Februari 2013

Saya bahkan tak sempat berpikir atau berefleksi tentang ulang tahun saya. Minggu ini pekerjaan terasa begitu menggila. Pikiran saya tersita antara word, excel, keynote, email, proposal, laporan penelitian,   TOR, undangan, hotel kaos peserta, tas peserta, modul, dan tentu saja account bank kantor. Semua menarik-narik saya minta dijadikan prioritas. Saya tenggelam. Tapi saya percaya hidup tak akan membiarkan saya terus tenggelam. Saya jalani saja sambil terus berupaya menghidupkan binar mata, menegakan tubuh yang sudah lunglai dan mengembangkan sisa senyum. Pasti akan berakhir juga. Seorang teman terbaik memberikan sepanjang malam nya menemani saya melewati detik-detik ulang tahun saya. Sekumpulan batu yang lama telah ia kumpulkan   dari berbagai pantai di Indonesia ia berikan sebagai kado. Obrolan panjang kami malam itu, membuat saya lompat dari kubangan yang menenggelamkan. Ia memang selalu hadir, di saat seperti ini. Tanpa saya minta. Pagi hari, teman t

Paris I Love u

Saya penikmat film-film drama romantis, walaupun kata orang film-film macam itu “kacangan”. Ah, tapi saya tidak terlalu peduli dengan kata orang. Saya menonton dan membaca yang saya suka.   Ada satu hal yang saya nikmati dengan film-film drama romantis, mereka menampilkan tempat-tempat yang memang ingin saya datangi. Danau yang indah, city light, jalan-jalan romantis, café yang nyaman, kopi yang enak. Minggu ini saya menonton lebih dari lima film dengan setting kota Paris. Ya, saya memang selalu terobsesi dengan Paris, kota yang harus saya datangi sebelum saya mati.   Para pembuat film ini sungguh membuat saya menjadi terengah-engah untuk segera mewujudkan mimpi saya. Saya seperti ingin segera berada di sana. Mungkin sekali sebagian besar yang ditampilkan di film-film itu adalah fantasi, tapi saya tetap ingin ke sana. Saya benci dengan kenyataan bahwa film-film Indonesia tidak bisa membuat saya melihat kota-kota di Indonesia dengan cara yang sama.   Jakarta misalnya