Skip to main content

Riuh Rendah Persiapan Kawinan

Hampir tiap minggu dalam tiga bulan terakhir ini hidup gue diwarnai oleh kesibukan mengurus kawinan gue. Ada berbagai macam kegiatan, misalnya nganter keluarga gue jahitin kebaya, fitting kebaya, mayetin kebaya, ngambil jas Ar, bikin undangan, cari barang-barang buat anteran (mulai dari celana dalem, mukena, parfum, kain batik etc..etc). Secara calon suami beda kota, jadi yaaa…gue cari-cari itu semua sendiri. Thanks banget buat keluarga gue, runi adek ipar gue yang rajin selalu memberik masukan soal tempat beli bahan, tukang rias akad, makanan buat akad. Dia benar-benar adek ipar yang bisa gue andalkan. Buat urusan jahit menjahit, gepede adalah teman gue yang paling okeh banget deh. Referensi soal Indra Tailor dan New Wijaya Tailor adalah dari beliau. Soal undangan gue dapet referensi dari temennya adek gue, yang baru aja nikah juga. Deassy membantu gue untuk membelikan souvenir di Bali, thanks a lot ya Des. Dan terakhir tentu saja si upuy, adek gue yang selalu gue tenteng kanan kiri untuk nemenin gue belanja-belanja ampe mati. Seru banget rasanya.

Ponakan gue si Nabila juga gak mau ketinggalan untuk ikut kegegapgempitaan ini, kemanapun gue pergi dia minta ikut. Dia bahkan manjangin rambutnya biar bisa pake kebaya di kawinan gue. Nabila ini tomboy berat, dia bercita-cita seperti Graciana Polli si pemain bulu tangkis itu, dia sendiri sekarang ikut klub Bulutangkis Jayakarta. Nyokap dan Bokap Nabila, yang juga kakak gue, adalah orang yang paling berjasa mencarikan gedung buat gue. Saat itu gue harus di Sumba selama sebulan, setelah sebelumya berturut-turut ada di Bau-bau dan Sumba juga. Gue gak ada waktu sama sekali untuk mencari gedung.

Begitulah riuh rendahnya persiapan kawinan gue, kadang terasa capek, but fun. Secara tidak langsung perkawinan gue membuat keluarga gue punya aktivitas rutin bersama yang membuat kita menjadi semakin kompak.

Comments

Popular posts from this blog

Et cetera

Banyak hal yang harusnya bisa saya tulis dalam beberapa minggu terakhir ini. Saya berpindah ke lebih dari empat kota dalam sebulan ini, dari Lombok saya ke Bau-bau, lalu berdiam sejenal di Makasar, Jakarta, Bali lalu ke Jakarta kembali. Lelah sudah pasti, kangen suami, apalagi. Dari perjalanan ke berbagai kota itu saya bertemu banyak orang (sebagian besar adalah mereka yang tergabung dalam sebuah organisasi masyarakat sipil) dan mendaapatkan banyak sekali pengetahuan baru tentang dunia OMS ini. Bukan barang baru memang karena saya sudah terlibat di dalamnya selama kurang lebih sepuluh tahun, namun posisi saya di dalam kegiatan itu yang membuatnya berbeda. Saya harus melakukan pemeriksaan terhadap empat organisasi di sultra terkait beberapa aspek, visi dan kepemimpinan, kesolid an tim, budaya organisasi dan knowledge management. Secara umum organisasi ini punya dua problem utama yaitu soal visi dan kepemimpinan yang lemah dan kedua soal knowledge management yang kacau. Lemahnya lea...

22 Februari 2013

Saya bahkan tak sempat berpikir atau berefleksi tentang ulang tahun saya. Minggu ini pekerjaan terasa begitu menggila. Pikiran saya tersita antara word, excel, keynote, email, proposal, laporan penelitian,   TOR, undangan, hotel kaos peserta, tas peserta, modul, dan tentu saja account bank kantor. Semua menarik-narik saya minta dijadikan prioritas. Saya tenggelam. Tapi saya percaya hidup tak akan membiarkan saya terus tenggelam. Saya jalani saja sambil terus berupaya menghidupkan binar mata, menegakan tubuh yang sudah lunglai dan mengembangkan sisa senyum. Pasti akan berakhir juga. Seorang teman terbaik memberikan sepanjang malam nya menemani saya melewati detik-detik ulang tahun saya. Sekumpulan batu yang lama telah ia kumpulkan   dari berbagai pantai di Indonesia ia berikan sebagai kado. Obrolan panjang kami malam itu, membuat saya lompat dari kubangan yang menenggelamkan. Ia memang selalu hadir, di saat seperti ini. Tanpa saya minta. Pagi hari...

Lalu Harus Menyerah Karena Apa?

Pantaskah saya menyerah? Menyerah karena apa? Pagi ini saya masih bisa minum kopi. Membaca beberapa cerita pendek dari pengarang-pengarang yang luar biasa. Lalu saya juga masih bisa berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Ya, memang kadang saya harus memakan waktu lebih lama. Tapi, tidak pernah lebih dari 2 atau 3 jam saja. Tidak seperti ibu di Kulisusu sana yang butuh 12 jam berjalan kaki untuk keluar dari desanya. Tidak sama sekali. Siang ini sayapun masih bisa makan siang dan berbincang seru dengan teman-teman saya. Bukan perbincangan gosip kacangan, tapi perbincangan seru tentang kebodohan masing-masing. Sambil tertawa-tawa menertawakan diri sendiri. Lalu, mau menyerah karena apa? Ya tiap hari saya memang berhadapan dengan orang-orang yang sulit, tak kompeten, manja, sok tau atau keras kepala. Ya, lalu kenapa? Mama-mama di desa sana, berhadapan dengan sistem yang melarang perempuan berbicara, dan mereka bisa. Lalu, saya harus menyerah karena apa...