Skip to main content

She Think...

Beberapa bulan belakangan gue mengamati cara berpikir seseorang. Dulu gue tidak terlalu memperhatikannya, tapi belakangan ini cara pikir seseorang ini begitu menarik untuk gue renungkan. Kalau kita perhatikan, maka ia terlihat seperti orang yang tidak bersyukur, orang yang tidak menikmati hidup. Pandangannya tentang hidup melulu diwarnai oleh kesulitan, yang terkadang membuat kita (atau gue paling tidak) merasa ngeri untuk melangkah melalui jejak yang sama dengan yang pernah ia lalui. Selalu ada kata yang dalam istilah anak-anak vibrant "negatif", tidak inspiring. Sepertinya hidup ya seperti itu..tidak bisa dirubah.

Mungkin dia cuma mencoba realistis dengan situasi yang ada, tidak mau terjebak dalam imaginasi tentang kehidupan yang indah dan penuh bunga. Mungkin ini yang membedakannya 180 derajad dengan gue. Gue selalu menganggap hidup gue indah, apapun situasinya. Gue mencoba realistis dengan apa yang gue hadapi sekarang, tapi gue tak pernah berhenti bermimpi tentang kehidupan gue ke depan. Gue gak merasa apa yang gue lakukan benar, tapi paling tidak membuat gue lebih bersemangat untuk menjalani hidup

Gue yakin dia punya banyak alasan menjadi demikian, mungkin sejarah keluarganya yang tidak terlalu menyenangkan. Mungkin juga karena situasi yang dia hadapi saat ini yang membuatnya sulit untuk meletakan sedikit ruang saja buat dia bermimpi.

Comments

Darlington Gank said…
Pas bener. Gua juga lagi mikir yang sama, tapi tentang cara pikir gua yang "masih" negatif sampe sekarang, biarpun udah disentuh vibrant. Gara-gara lu gua jadi mikir: apa pikiran negatif hanya tumbuh di tanah yang "kering" atau di musim yang "tak bersahabat"? Mungkinkah pikiran negatif juga bisa berkembang subur di lahan gembur pada musim semi?
gepede76 said…
Ah jij pade..Kadang gue berpikir beberapa orang itu seperti karakter di film Tarantino, emang dodol dari sononya. Meski pemikiran seperti ini simplistis dan menggampangkan. Bahwa memang ada orang yang komponen dasarnya sudah membentuk dia menjadi Tigger bukan Eeyore. Artinya, buat ErGeA, jawabannya: tidak. Elu tetep Tigger dan orang yang dimaksud Secangkir Kopi Liburan tetep Eeyore..:P
Darlington Gank said…
Hihihiii... bener juga lu ya. Tapi gua sangka lu bakalan pake karakter di salah satu filmnya Tarantino. Terus siapa yang mirip Pooh? Jalan petarung kali ya, gendut and suka makan. Kalo lu and kopiliburan sapa Ci? Setulnya boleh dikasih clue gak siapa sih sih Eeyore ini... Eh maaf lahir batin ya Juwita and gepede...
Orangnya siapa? Wah gak usah gue sebut deh. Nanti jadi fitnah lagi..he..he.

Kita bisa saja tumbuh di tanah gembur dan subur, tapi kita tak mungkin mengharapkan selalu ada musim semi di luar sana. Kita yang harus menciptakan musim semi itu. Jadi walaupun dia tumbuh dilahan yang gembur, tapi saat badai menggila adalah wajar jika seseorang menjadi negatif. Tapi bagaimana kita bisa menghalau badai tersebut secepat mungkin dan merubahnya menjadi tetap musim semi.

GUe tidak tahu, gue sendiri selalu menyempatkan diri merenung di akhir hari. Sebaik apa gue berusaha positif hari ini. Dan siapa yang bisa membantu gue terus menjadi positif. Nah, sama seperti gepede menurut gue, darlington adalah salah satu orang yang membantu gue berpikir positif.

Popular posts from this blog

Et cetera

Banyak hal yang harusnya bisa saya tulis dalam beberapa minggu terakhir ini. Saya berpindah ke lebih dari empat kota dalam sebulan ini, dari Lombok saya ke Bau-bau, lalu berdiam sejenal di Makasar, Jakarta, Bali lalu ke Jakarta kembali. Lelah sudah pasti, kangen suami, apalagi. Dari perjalanan ke berbagai kota itu saya bertemu banyak orang (sebagian besar adalah mereka yang tergabung dalam sebuah organisasi masyarakat sipil) dan mendaapatkan banyak sekali pengetahuan baru tentang dunia OMS ini. Bukan barang baru memang karena saya sudah terlibat di dalamnya selama kurang lebih sepuluh tahun, namun posisi saya di dalam kegiatan itu yang membuatnya berbeda. Saya harus melakukan pemeriksaan terhadap empat organisasi di sultra terkait beberapa aspek, visi dan kepemimpinan, kesolid an tim, budaya organisasi dan knowledge management. Secara umum organisasi ini punya dua problem utama yaitu soal visi dan kepemimpinan yang lemah dan kedua soal knowledge management yang kacau. Lemahnya lea...

22 Februari 2013

Saya bahkan tak sempat berpikir atau berefleksi tentang ulang tahun saya. Minggu ini pekerjaan terasa begitu menggila. Pikiran saya tersita antara word, excel, keynote, email, proposal, laporan penelitian,   TOR, undangan, hotel kaos peserta, tas peserta, modul, dan tentu saja account bank kantor. Semua menarik-narik saya minta dijadikan prioritas. Saya tenggelam. Tapi saya percaya hidup tak akan membiarkan saya terus tenggelam. Saya jalani saja sambil terus berupaya menghidupkan binar mata, menegakan tubuh yang sudah lunglai dan mengembangkan sisa senyum. Pasti akan berakhir juga. Seorang teman terbaik memberikan sepanjang malam nya menemani saya melewati detik-detik ulang tahun saya. Sekumpulan batu yang lama telah ia kumpulkan   dari berbagai pantai di Indonesia ia berikan sebagai kado. Obrolan panjang kami malam itu, membuat saya lompat dari kubangan yang menenggelamkan. Ia memang selalu hadir, di saat seperti ini. Tanpa saya minta. Pagi hari...

Lalu Harus Menyerah Karena Apa?

Pantaskah saya menyerah? Menyerah karena apa? Pagi ini saya masih bisa minum kopi. Membaca beberapa cerita pendek dari pengarang-pengarang yang luar biasa. Lalu saya juga masih bisa berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Ya, memang kadang saya harus memakan waktu lebih lama. Tapi, tidak pernah lebih dari 2 atau 3 jam saja. Tidak seperti ibu di Kulisusu sana yang butuh 12 jam berjalan kaki untuk keluar dari desanya. Tidak sama sekali. Siang ini sayapun masih bisa makan siang dan berbincang seru dengan teman-teman saya. Bukan perbincangan gosip kacangan, tapi perbincangan seru tentang kebodohan masing-masing. Sambil tertawa-tawa menertawakan diri sendiri. Lalu, mau menyerah karena apa? Ya tiap hari saya memang berhadapan dengan orang-orang yang sulit, tak kompeten, manja, sok tau atau keras kepala. Ya, lalu kenapa? Mama-mama di desa sana, berhadapan dengan sistem yang melarang perempuan berbicara, dan mereka bisa. Lalu, saya harus menyerah karena apa...