Skip to main content

Menjadi Diri Sendiri

Menjadi Diri Sendiri? Wah sok tau banget gue ya, secara ES HA kayak gue gak punyak pengetahuan yang memadai untuk menuliskan artikel semacam itu. Tapi jangan tersesat dulu, maksud tulisan gue disini, gue mau mengenang atau menganalisis (hayah..) saat-saat elo merasa…”it’s so you”.

Gue udah mencatat beberapa moment, ini yang keinget aja, secara umur makin tua, ingetan makin berkurang.

1. Karaoke Time
Waktu karaoke ama temen (temen kantor, temen SMA, temen kuliah) dan bahkan ama keluarga gue adalah “moment gila” gue. Gue bisa bersuara sejelek apapun tanpa ada yang nyela, bisa joget seancur apapun tanpa ada yang marah..he..he… Pokoknya saat karaoke, kita ngga bisa dan gak perlu lagi jaim. Keluarkan semua energi dan passion yang kita punya. Makanya gue selalu happy berat kala moment ini datang.

2. Liburan
Liburan so pasti adalah moment favorit gue, gak perlu sibuk harus pake baju apa, atau takut salah ngomong, atau takut dimarahin bos. Liburan emang harusnya dilakukan oleh semua orang, biar recharge lagi saat balik ke kantor. Kalau kata HSN, Tuhan aja perlu liburan.

3. Maen Bola
Nah ini juga moment favorit yang sudah sangat jarang gue lakukan. Dulu waktu kuliah, maen bola sudah jadi bagian dari kehidupan gue. Apalagi gue tergabung dalam tim indosocer angkatan gue. Mau kalah, mau menang, mau lutut abis itu bocel-bocel, badan pegel-pegel maen bola bisa membuat gue lepaaaaas..pas…pas.


Nah, itu dia tiga moment dimana gue bisa mengatakan “It"s so me”… Secara yang nomor tiga sekarang udah agak-agak susah gimana gitu mewujudkannya, yang nomor satu dan dua selalu jadi pelampiasan gue. Jadi jangan salahkan gue, kalau klub karaoke karokoe masih tetap jaya diudara (kayak RRI). Sedangkan liburan, entah disengaja entah engga, gue selalu punya cowok diluar kota, jadilah gue sering sekali libouran..he..he.

Elo sendiri gimana, kapan elo paling merasa menjadi dirilu sendiri?

Comments

Popular posts from this blog

Et cetera

Banyak hal yang harusnya bisa saya tulis dalam beberapa minggu terakhir ini. Saya berpindah ke lebih dari empat kota dalam sebulan ini, dari Lombok saya ke Bau-bau, lalu berdiam sejenal di Makasar, Jakarta, Bali lalu ke Jakarta kembali. Lelah sudah pasti, kangen suami, apalagi. Dari perjalanan ke berbagai kota itu saya bertemu banyak orang (sebagian besar adalah mereka yang tergabung dalam sebuah organisasi masyarakat sipil) dan mendaapatkan banyak sekali pengetahuan baru tentang dunia OMS ini. Bukan barang baru memang karena saya sudah terlibat di dalamnya selama kurang lebih sepuluh tahun, namun posisi saya di dalam kegiatan itu yang membuatnya berbeda. Saya harus melakukan pemeriksaan terhadap empat organisasi di sultra terkait beberapa aspek, visi dan kepemimpinan, kesolid an tim, budaya organisasi dan knowledge management. Secara umum organisasi ini punya dua problem utama yaitu soal visi dan kepemimpinan yang lemah dan kedua soal knowledge management yang kacau. Lemahnya lea...

22 Februari 2013

Saya bahkan tak sempat berpikir atau berefleksi tentang ulang tahun saya. Minggu ini pekerjaan terasa begitu menggila. Pikiran saya tersita antara word, excel, keynote, email, proposal, laporan penelitian,   TOR, undangan, hotel kaos peserta, tas peserta, modul, dan tentu saja account bank kantor. Semua menarik-narik saya minta dijadikan prioritas. Saya tenggelam. Tapi saya percaya hidup tak akan membiarkan saya terus tenggelam. Saya jalani saja sambil terus berupaya menghidupkan binar mata, menegakan tubuh yang sudah lunglai dan mengembangkan sisa senyum. Pasti akan berakhir juga. Seorang teman terbaik memberikan sepanjang malam nya menemani saya melewati detik-detik ulang tahun saya. Sekumpulan batu yang lama telah ia kumpulkan   dari berbagai pantai di Indonesia ia berikan sebagai kado. Obrolan panjang kami malam itu, membuat saya lompat dari kubangan yang menenggelamkan. Ia memang selalu hadir, di saat seperti ini. Tanpa saya minta. Pagi hari...

Lalu Harus Menyerah Karena Apa?

Pantaskah saya menyerah? Menyerah karena apa? Pagi ini saya masih bisa minum kopi. Membaca beberapa cerita pendek dari pengarang-pengarang yang luar biasa. Lalu saya juga masih bisa berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Ya, memang kadang saya harus memakan waktu lebih lama. Tapi, tidak pernah lebih dari 2 atau 3 jam saja. Tidak seperti ibu di Kulisusu sana yang butuh 12 jam berjalan kaki untuk keluar dari desanya. Tidak sama sekali. Siang ini sayapun masih bisa makan siang dan berbincang seru dengan teman-teman saya. Bukan perbincangan gosip kacangan, tapi perbincangan seru tentang kebodohan masing-masing. Sambil tertawa-tawa menertawakan diri sendiri. Lalu, mau menyerah karena apa? Ya tiap hari saya memang berhadapan dengan orang-orang yang sulit, tak kompeten, manja, sok tau atau keras kepala. Ya, lalu kenapa? Mama-mama di desa sana, berhadapan dengan sistem yang melarang perempuan berbicara, dan mereka bisa. Lalu, saya harus menyerah karena apa...