Skip to main content

Bosen Kerjaan



Bosen banget belakangan ini. Gak ada gairah untuk kerja, padahal khan ini tahun baru, harusnya semangat baru. Tapi, kok gini ya? Gue kemaren membaca buku nya Covey yang 8th habbit. Biarpun belum selesai, gue rasa buku ini menarik sekali dan harus dibaca oleh semua “pemimpin” sebuah organisasi. Covey menyatakan bahwa pada jaman ini, banyak pemimpin perusahaan atau organisasi yang memperlakukan stafnya seperti jaman industri. Dimana mereka dianggap seperti benda saja, padahal manusia itu terdiri dari empat dimensi yaitu pikiran, jiwa, hati dan tubuh. Keempat dimensi ini harus dipenuhi agar mereka dapat bekerja dengan “luar biasa”. Dan jarang sekali pemimpin sebuah perusahaan atau organisasi yang melihat keempat dimensi ini.

Itu kata Covey, belum selesai baca bukunya jadi belum tau apa solusi dia untuk mencerahkan orang-orang yang sedang dilanda kebosanan kayak gue gini. Satu-satu nya hal yang membuat gue bersemangat hanyalah ketemu dengan beberapa teman di kantor yang asik-asik dan lucu. Itu jadi penyemangat gue banget buat ke kantor. Disaat gue sudah tidak mempercayai lagi kalau talkshow di teve, konferensi pers dan loby akan membawa perubahan bagi masyarakat. Disaat gue sudah tidak lagi percaya bahwa teori-teori negara dan tetek bengeknya, perdebatan teori-teori itu hanyalah menjadi pemuas hati orang-orang seperti gue ini. Tapi gak ada pengaruhnya sama kehidupan riil masyarakat.

Gue mungkin akan berubah haluan, seperti halnya Muhammad Yunus perintis grameen bank di Bangladesh. Tapi kayaknya susah ya jadi dia..he..he… Ya iyalah… Mungkin bisa dimulai dari yang kecil ya kayak AA Gym…(ha..ha..oh no..not him).

Untuk penanganan sementara, gue sudah punya cara untuk menghalau kebosanan. Yup, apalagi kalau bukan…SECANGKIR KOPI

Comments

Popular posts from this blog

Sketsa Malam

Perempuan itu tersenyum manis menatap kanvas lukisnya. Malam ini dia akan membuatkan lukisan malam terindah untuk laki-laki yang dicintainya. Matanya terpejam saat kuas-kuas nya mulai menggoreskan sketsa malamnya, mulutnya tak henti mengeluarkan kata, seolah ia tengah berbincang dengan seseorang. “Selesai sudah”. Ia tersenyum lebar, ia bayangkan wajah gembira kekasihnya menerima lukisan itu. “Kasih, aku buatkan lukisan malam untuk mu” “Aku tak sabar melihatnya” Perempuan itu mengeluarkan lukisannya, meletakan tepat dihadapan kekasihnya. Sebuah pemandangan malam yang   sempurna.   Sebagian besar didominasi hitam keemasan yang ditimbulkan dari refleksi purnama. Bintang besar kecil berserakan di langit menempati posisi nya masing-masing. Purnama itu, ya purnama itu adalah purnama paling sempurna dari semua yang pernah ada. Lukisan itu pun mengeluarkan suara, ada jengkerik, lolongan anjing, gesekan daun.   Musik alam yang menghadirkan suasana antara ad...

Intersection

Saya tidak mengerti, mengapa kamu harus menyembunyikannya. Tahukah kamu, bahwa dari semua tutur kata dan tatapan matamu, aku tahu kamu menyukai dia. Kamu menceritakan dia berulang-ulang seolah dia adalah sumber inspirasi yang tak kunjung habis. Dia selalu mewarnai hari-harimu. Tak pernah satu haripun terlewat tanpa nama nya kau sebutkan. Yaa, memang terkadang kamu menceritakan tentang istrinya, tentang rekan kerjanya atau tentang kejadian-kejadian tidak penting. Tapi bukan kejadian itu yang ingin kau ceritakan. Kau hanya ingin menceritakan dia. Mungkin jiwamu sedang bergejolak. Ada rasa berdosa menyelinap dalam relung-relung dadamu. Tapi juga ada perasaan indah tak tertahan yang menyemburkan jutaan kegairahan hidup. Lalu tiba-tiba kerinduan menyeruak dalam lautan kegalauan yang sedang kau sebrangi, membuat langkahmu berhenti. Dan berhenti. Di titik ini, kau tidak tahu lagi harus bagaimana. Kenapa cinta ini tak lagi semudah masa SMA.. (Kau tercenung sambil memandangi bayimu yang sedan...

22 Februari 2013

Saya bahkan tak sempat berpikir atau berefleksi tentang ulang tahun saya. Minggu ini pekerjaan terasa begitu menggila. Pikiran saya tersita antara word, excel, keynote, email, proposal, laporan penelitian,   TOR, undangan, hotel kaos peserta, tas peserta, modul, dan tentu saja account bank kantor. Semua menarik-narik saya minta dijadikan prioritas. Saya tenggelam. Tapi saya percaya hidup tak akan membiarkan saya terus tenggelam. Saya jalani saja sambil terus berupaya menghidupkan binar mata, menegakan tubuh yang sudah lunglai dan mengembangkan sisa senyum. Pasti akan berakhir juga. Seorang teman terbaik memberikan sepanjang malam nya menemani saya melewati detik-detik ulang tahun saya. Sekumpulan batu yang lama telah ia kumpulkan   dari berbagai pantai di Indonesia ia berikan sebagai kado. Obrolan panjang kami malam itu, membuat saya lompat dari kubangan yang menenggelamkan. Ia memang selalu hadir, di saat seperti ini. Tanpa saya minta. Pagi hari...