Skip to main content

Menjadi Seseorang

Ingin menjadi apakah gue sebetulnya? Pertanyaan ini mengganggu gue belakangan ini. Gue pernah sangat menyukai pekerjaan gue ini. Gue sangat enjoy melakukan berbagai penelitian, bergelut dengan ilmu pengetahuan. Dulu gue bercita-cita menjadi peneliti jagoan dengan segala kemampuan untuk berdebat dan berargumentasi. Lalu, semua itu seakan menjadi tidak bermakna lagi saat ini.


Satu hal yang selalu gue ingin lakukan, adalah pekerjaan yang membuat gue merasa berarti buat orang lain. Itulah makanya pilihan menjadi peneliti gue ambil dulu. Lama gue bergelut disini, gue mulai merasakan gue menjadi orang yang narcis. Gue merasa melakukan sesuatu, tapi betulkah gue melakukan sesuatu... Apakah betul motivasi gue seperti itu? Kenapa gue merasa pekerjaan ini hanya seperti bisnis pada umumnya.

Ada masanya gue percaya pada apa yang gue lakukan. Tapi lebih banyak gue merasa tidak sreg. Ada ganjalan di hati gue. Ada amarah besar.

Gue hanya ingin menjadi seseorang... seseorang yang berguna untuk orang lain.

Comments

Gue juga merasakan dilema yang sama. Sayangnya, am stuck here mungkin utk waktu yg lebih lama, sementara sebentar lagi lo akan terbang mengepakkan sayap dan membuka lembaran baru, taelah! Buuuuuut, your thoughts and opinions are most welcome, untuk mengembalikan "idealisme" yg dulu pernah kita punya.
Is that make any different? Bahkan saat gue berada di dalam dan posisi yang strategis (BOD, kurang strategis apa???), toh gue tetap gak bisa berbuat apa-apa. Udah terlalu bias semuanyaa.

Popular posts from this blog

Et cetera

Banyak hal yang harusnya bisa saya tulis dalam beberapa minggu terakhir ini. Saya berpindah ke lebih dari empat kota dalam sebulan ini, dari Lombok saya ke Bau-bau, lalu berdiam sejenal di Makasar, Jakarta, Bali lalu ke Jakarta kembali. Lelah sudah pasti, kangen suami, apalagi. Dari perjalanan ke berbagai kota itu saya bertemu banyak orang (sebagian besar adalah mereka yang tergabung dalam sebuah organisasi masyarakat sipil) dan mendaapatkan banyak sekali pengetahuan baru tentang dunia OMS ini. Bukan barang baru memang karena saya sudah terlibat di dalamnya selama kurang lebih sepuluh tahun, namun posisi saya di dalam kegiatan itu yang membuatnya berbeda. Saya harus melakukan pemeriksaan terhadap empat organisasi di sultra terkait beberapa aspek, visi dan kepemimpinan, kesolid an tim, budaya organisasi dan knowledge management. Secara umum organisasi ini punya dua problem utama yaitu soal visi dan kepemimpinan yang lemah dan kedua soal knowledge management yang kacau. Lemahnya lea

22 Februari 2013

Saya bahkan tak sempat berpikir atau berefleksi tentang ulang tahun saya. Minggu ini pekerjaan terasa begitu menggila. Pikiran saya tersita antara word, excel, keynote, email, proposal, laporan penelitian,   TOR, undangan, hotel kaos peserta, tas peserta, modul, dan tentu saja account bank kantor. Semua menarik-narik saya minta dijadikan prioritas. Saya tenggelam. Tapi saya percaya hidup tak akan membiarkan saya terus tenggelam. Saya jalani saja sambil terus berupaya menghidupkan binar mata, menegakan tubuh yang sudah lunglai dan mengembangkan sisa senyum. Pasti akan berakhir juga. Seorang teman terbaik memberikan sepanjang malam nya menemani saya melewati detik-detik ulang tahun saya. Sekumpulan batu yang lama telah ia kumpulkan   dari berbagai pantai di Indonesia ia berikan sebagai kado. Obrolan panjang kami malam itu, membuat saya lompat dari kubangan yang menenggelamkan. Ia memang selalu hadir, di saat seperti ini. Tanpa saya minta. Pagi hari, teman t

Paris I Love u

Saya penikmat film-film drama romantis, walaupun kata orang film-film macam itu “kacangan”. Ah, tapi saya tidak terlalu peduli dengan kata orang. Saya menonton dan membaca yang saya suka.   Ada satu hal yang saya nikmati dengan film-film drama romantis, mereka menampilkan tempat-tempat yang memang ingin saya datangi. Danau yang indah, city light, jalan-jalan romantis, café yang nyaman, kopi yang enak. Minggu ini saya menonton lebih dari lima film dengan setting kota Paris. Ya, saya memang selalu terobsesi dengan Paris, kota yang harus saya datangi sebelum saya mati.   Para pembuat film ini sungguh membuat saya menjadi terengah-engah untuk segera mewujudkan mimpi saya. Saya seperti ingin segera berada di sana. Mungkin sekali sebagian besar yang ditampilkan di film-film itu adalah fantasi, tapi saya tetap ingin ke sana. Saya benci dengan kenyataan bahwa film-film Indonesia tidak bisa membuat saya melihat kota-kota di Indonesia dengan cara yang sama.   Jakarta misalnya