Skip to main content

Suara-suara dalam Busway

Pulang kerja, naek busway. Gue berusaha tidur karena kayaknya capek banget, jam 20.30 gue baru keluar dari kantor. Kok gue gak bisa tidur, udah berusaha tapi ada suara-suara rame mendengung di sekeliling gue. Di depan gue ada mbak-mbak gitu, berdua ama temenya pake jilbab lagi curhat tentang kerjaan kantor dengan bersemangat. Di sebelah gue, juga ada mba-mbak dan temannya. Topik yang sama, soal pekerjaan dan teman-teman kantor. Di samping kiri gue, sama juga. Arrggghhh.... Pusing!!

Dari hasil nguping gue atas pembicaraan mereka, gue kemudian sok-sok berefleksi. Ternyata sebagian besar orang tidak menyukai pekerjaan mereka dan juga tentu saja rekan-rekan kerja mereka. Kok mereka tahan ya... Gue aja yang teman-teman kantor gue menyenangkan, ya walaupun ada satu-dua orang yang mengjengkelkan, tetap aja gue mulai merasa bete di kantor. Jadi apa ya yang mereka harapkand dari bekerja? Uang? Ya tentu saja. Tapi selain uang? Sesuatu yang membuat kita bersemangat datang ke kantor, bersemangat memberikan yang terbaik buat pekerjaan kita.

Kalau kita menyukai pekerjaan kita maka tanpa diminta kita akan memberikan nilai lebih terhadap apa yang kita kerjakan. Pekerjaan itu sekarang sedang gue cari...

Comments

Popular posts from this blog

Et cetera

Banyak hal yang harusnya bisa saya tulis dalam beberapa minggu terakhir ini. Saya berpindah ke lebih dari empat kota dalam sebulan ini, dari Lombok saya ke Bau-bau, lalu berdiam sejenal di Makasar, Jakarta, Bali lalu ke Jakarta kembali. Lelah sudah pasti, kangen suami, apalagi. Dari perjalanan ke berbagai kota itu saya bertemu banyak orang (sebagian besar adalah mereka yang tergabung dalam sebuah organisasi masyarakat sipil) dan mendaapatkan banyak sekali pengetahuan baru tentang dunia OMS ini. Bukan barang baru memang karena saya sudah terlibat di dalamnya selama kurang lebih sepuluh tahun, namun posisi saya di dalam kegiatan itu yang membuatnya berbeda. Saya harus melakukan pemeriksaan terhadap empat organisasi di sultra terkait beberapa aspek, visi dan kepemimpinan, kesolid an tim, budaya organisasi dan knowledge management. Secara umum organisasi ini punya dua problem utama yaitu soal visi dan kepemimpinan yang lemah dan kedua soal knowledge management yang kacau. Lemahnya lea

22 Februari 2013

Saya bahkan tak sempat berpikir atau berefleksi tentang ulang tahun saya. Minggu ini pekerjaan terasa begitu menggila. Pikiran saya tersita antara word, excel, keynote, email, proposal, laporan penelitian,   TOR, undangan, hotel kaos peserta, tas peserta, modul, dan tentu saja account bank kantor. Semua menarik-narik saya minta dijadikan prioritas. Saya tenggelam. Tapi saya percaya hidup tak akan membiarkan saya terus tenggelam. Saya jalani saja sambil terus berupaya menghidupkan binar mata, menegakan tubuh yang sudah lunglai dan mengembangkan sisa senyum. Pasti akan berakhir juga. Seorang teman terbaik memberikan sepanjang malam nya menemani saya melewati detik-detik ulang tahun saya. Sekumpulan batu yang lama telah ia kumpulkan   dari berbagai pantai di Indonesia ia berikan sebagai kado. Obrolan panjang kami malam itu, membuat saya lompat dari kubangan yang menenggelamkan. Ia memang selalu hadir, di saat seperti ini. Tanpa saya minta. Pagi hari, teman t

Paris I Love u

Saya penikmat film-film drama romantis, walaupun kata orang film-film macam itu “kacangan”. Ah, tapi saya tidak terlalu peduli dengan kata orang. Saya menonton dan membaca yang saya suka.   Ada satu hal yang saya nikmati dengan film-film drama romantis, mereka menampilkan tempat-tempat yang memang ingin saya datangi. Danau yang indah, city light, jalan-jalan romantis, café yang nyaman, kopi yang enak. Minggu ini saya menonton lebih dari lima film dengan setting kota Paris. Ya, saya memang selalu terobsesi dengan Paris, kota yang harus saya datangi sebelum saya mati.   Para pembuat film ini sungguh membuat saya menjadi terengah-engah untuk segera mewujudkan mimpi saya. Saya seperti ingin segera berada di sana. Mungkin sekali sebagian besar yang ditampilkan di film-film itu adalah fantasi, tapi saya tetap ingin ke sana. Saya benci dengan kenyataan bahwa film-film Indonesia tidak bisa membuat saya melihat kota-kota di Indonesia dengan cara yang sama.   Jakarta misalnya