Skip to main content

Mak Comblang

Seminggu yang lalu gue nonton lagi pelem Mulan, inget gak adegan dimana Mulan akan dipertemukan oleh Mak Comblang yang akan mencarikan jodoh buat dia? Entah kenapa tiba-tiba pikiran itu terlintas di otak gue semalam, saat gue berjalan dibawah rinai hujan dari halte busway ke rumah. Mungkin dipicu oleh permintaan beberapa teman gue yang masih jomblo untuk dicarikan jodoh oleh gue, atau mungkin juga gue teringat beberapa pengalaman gue menjodohkan orang. Kalau saja profesi Mak Comblang ini bisa menjadi profesi yang "lazim" dan menghasilkan di Indonesia (kayak di film Mulan itu) gue pasti akan ngelamar..he..he.. Gue merasa punya passion melakukan upaya perjodohan-perjodohan ini. Udah ada 3 pasangan yang sukses menikah karena perjodohan gue, katanya sih harusnya gue dah punya tiga rumah di Surga...he..he.. Kalau ada yang mau ngontrak, silahkan hubungi gue.

Satu kelebihan gue yang lain, gue dapat dengan mudah menangkap sinyal-sinyal orang yang sedang jatuh cinta kepada orang lain. Walaupun setengah mati dia berusaha menutupinya, entah mengapa gue selalu tau. Terkadang gue mengkonfirmasi kepada orang yang bersangkutan, dan biasanya mereka agak shock. Tidak menyangka bahwa ada orang yang mengetahui "gerakannya". Tapi sering juga gua diam aja, misalnya dalam kasus yang jatuh cinta ini sudah menikah atau kedua-duanya udah menikah. Gue khawatir konfirmasi gue justru membuat hubungan mereka tidak nyaman. Mungkin karena itu juga gue sering sukse menjodohkan orang, terutama mereka-mereka yang sering malu mengungkapkan "perasaannya.

Comments

gepede76 said…
Hahaha... gue demen banget tuh ama si mak comblang. Suaranya kayak encik2 yg jaga kasir Toko Oleh-oleh Nusa Indah xixixixi.....

Popular posts from this blog

Et cetera

Banyak hal yang harusnya bisa saya tulis dalam beberapa minggu terakhir ini. Saya berpindah ke lebih dari empat kota dalam sebulan ini, dari Lombok saya ke Bau-bau, lalu berdiam sejenal di Makasar, Jakarta, Bali lalu ke Jakarta kembali. Lelah sudah pasti, kangen suami, apalagi. Dari perjalanan ke berbagai kota itu saya bertemu banyak orang (sebagian besar adalah mereka yang tergabung dalam sebuah organisasi masyarakat sipil) dan mendaapatkan banyak sekali pengetahuan baru tentang dunia OMS ini. Bukan barang baru memang karena saya sudah terlibat di dalamnya selama kurang lebih sepuluh tahun, namun posisi saya di dalam kegiatan itu yang membuatnya berbeda. Saya harus melakukan pemeriksaan terhadap empat organisasi di sultra terkait beberapa aspek, visi dan kepemimpinan, kesolid an tim, budaya organisasi dan knowledge management. Secara umum organisasi ini punya dua problem utama yaitu soal visi dan kepemimpinan yang lemah dan kedua soal knowledge management yang kacau. Lemahnya lea...

22 Februari 2013

Saya bahkan tak sempat berpikir atau berefleksi tentang ulang tahun saya. Minggu ini pekerjaan terasa begitu menggila. Pikiran saya tersita antara word, excel, keynote, email, proposal, laporan penelitian,   TOR, undangan, hotel kaos peserta, tas peserta, modul, dan tentu saja account bank kantor. Semua menarik-narik saya minta dijadikan prioritas. Saya tenggelam. Tapi saya percaya hidup tak akan membiarkan saya terus tenggelam. Saya jalani saja sambil terus berupaya menghidupkan binar mata, menegakan tubuh yang sudah lunglai dan mengembangkan sisa senyum. Pasti akan berakhir juga. Seorang teman terbaik memberikan sepanjang malam nya menemani saya melewati detik-detik ulang tahun saya. Sekumpulan batu yang lama telah ia kumpulkan   dari berbagai pantai di Indonesia ia berikan sebagai kado. Obrolan panjang kami malam itu, membuat saya lompat dari kubangan yang menenggelamkan. Ia memang selalu hadir, di saat seperti ini. Tanpa saya minta. Pagi hari...

Lalu Harus Menyerah Karena Apa?

Pantaskah saya menyerah? Menyerah karena apa? Pagi ini saya masih bisa minum kopi. Membaca beberapa cerita pendek dari pengarang-pengarang yang luar biasa. Lalu saya juga masih bisa berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Ya, memang kadang saya harus memakan waktu lebih lama. Tapi, tidak pernah lebih dari 2 atau 3 jam saja. Tidak seperti ibu di Kulisusu sana yang butuh 12 jam berjalan kaki untuk keluar dari desanya. Tidak sama sekali. Siang ini sayapun masih bisa makan siang dan berbincang seru dengan teman-teman saya. Bukan perbincangan gosip kacangan, tapi perbincangan seru tentang kebodohan masing-masing. Sambil tertawa-tawa menertawakan diri sendiri. Lalu, mau menyerah karena apa? Ya tiap hari saya memang berhadapan dengan orang-orang yang sulit, tak kompeten, manja, sok tau atau keras kepala. Ya, lalu kenapa? Mama-mama di desa sana, berhadapan dengan sistem yang melarang perempuan berbicara, dan mereka bisa. Lalu, saya harus menyerah karena apa...