Waikabubak, 5 Februari 2008
Gue menemukan surga di sini. Di Waikabubak ibukota kabupaten dari Sumba Barat. Disebuah hotel yang berpemandangan menawan. Sawah luas membentang tepat di depan hotel ini, udaranya sejuk dan angin yang berhembus lembut. Kemewahan yang luar biasa buat gue, orang Jakarta yang lebih sering berjibaku dengan asap motor dan asap metromini.
Jalan-jalan disini jauh dari kebisingan, jauh dari klakson orang-orang tak sabar yang memburu waktu yang 24 jam sehari tidaklah cukup. Disini gue hidup harmonis dengan waktu. Setiap detiknya menjadi momen yang berharga untuk dinikmati dan disyukuri.
Disini, semua berbeda. Gue menulis ditemani secangkir kopi dan beberapa potong pisang goreng dan alunan musik lembut dari burung-burung dan gesekan dedaunan. Ini baru namanya hidup! Dalam hati gue memekik. Tidak ada orang yang memaksa kita harus berbuat apa. Tidak ada yang memaksa kita harus berpikir seperti apa. Kita memegang kuasa penuh atas diri kita dan otak kita.
Gue sudah memiliki bayangan kuat atas semua ini sejak lama. Gue sudah membayangkan kenyamanan hati, kelepasan jiwa dan keindahan suasana ini dalam imaginasi gue. Semua begitu jelas gue bayangkan. Begitu jelas melekat dan seolah memang beginilah hidup yang akan gue jalani selamanya.
Gue ingin bisa menulis apapun yang gue inginkan. Tidak perlu ada orang yang mengomeli gue dengan email panjang tentang catatan kaki atau tentang teori ini dan itu. Gue ingin menjadi yang gue inginkan, tanpa harus pusing dengan pendapat anggota DPR. Dan gue bisa melakukan itu semua di tempat ini. Atau di Sumbawa, pilihan gue untuk menjalani hidup. Gue ingin menjadi pemimpin atas diri gue sendiri.
Gue menemukan surga di sini. Di Waikabubak ibukota kabupaten dari Sumba Barat. Disebuah hotel yang berpemandangan menawan. Sawah luas membentang tepat di depan hotel ini, udaranya sejuk dan angin yang berhembus lembut. Kemewahan yang luar biasa buat gue, orang Jakarta yang lebih sering berjibaku dengan asap motor dan asap metromini.
Jalan-jalan disini jauh dari kebisingan, jauh dari klakson orang-orang tak sabar yang memburu waktu yang 24 jam sehari tidaklah cukup. Disini gue hidup harmonis dengan waktu. Setiap detiknya menjadi momen yang berharga untuk dinikmati dan disyukuri.
Disini, semua berbeda. Gue menulis ditemani secangkir kopi dan beberapa potong pisang goreng dan alunan musik lembut dari burung-burung dan gesekan dedaunan. Ini baru namanya hidup! Dalam hati gue memekik. Tidak ada orang yang memaksa kita harus berbuat apa. Tidak ada yang memaksa kita harus berpikir seperti apa. Kita memegang kuasa penuh atas diri kita dan otak kita.
Gue sudah memiliki bayangan kuat atas semua ini sejak lama. Gue sudah membayangkan kenyamanan hati, kelepasan jiwa dan keindahan suasana ini dalam imaginasi gue. Semua begitu jelas gue bayangkan. Begitu jelas melekat dan seolah memang beginilah hidup yang akan gue jalani selamanya.
Gue ingin bisa menulis apapun yang gue inginkan. Tidak perlu ada orang yang mengomeli gue dengan email panjang tentang catatan kaki atau tentang teori ini dan itu. Gue ingin menjadi yang gue inginkan, tanpa harus pusing dengan pendapat anggota DPR. Dan gue bisa melakukan itu semua di tempat ini. Atau di Sumbawa, pilihan gue untuk menjalani hidup. Gue ingin menjadi pemimpin atas diri gue sendiri.
Comments