Skip to main content

kupu kupu ku


“Rasanya tidak ada yang lebih baik dari ini. Memelukmu. Bercerita tentang apa saja. Dan secangkir teh melati kesukaanku”, ucapku sambil terus bersandar pada pundaknya yang seharian ini telah menjadi tempatku menangis.

“Heii, aku adalah jin dalam botol buatmu. Aku akan selalu ada kapanpun kau membutuhkanku. Tujuh hari seminggu, 24 jam sehari” ia menatapku dengan mata jenakanya.

Aku tahu,  ucapku lirih dalam hati. Aku hanya tak ingin menyakitimu. Aku tak pernah bisa memberikan yang sebanding dari yang engkau berikan. Membuatmu melakukan semua ini untukku adalah hal terakhir yang ingin kulakukan. Hanya kali ini, aku tak bisa lagi menahan rasa sesak di dada ini.

Aku membutuhkan dia.   Dia yang memiliki kupu-kupu kebahagianku. Semua ada padanya. Aku pernah mencarinya di banyak laki-laki lain. Tapi hanya dia yang mampu membuat duniaku yang jungkir balik menjadi indah berselimut pelangi.

“Kok jadi melamun. Ada yang masih melayang-layang di semestamu, peri kecil” dia ucapkan perlahan dengan suara baritonnya

Aku menggeleng. “aku cuma bahagia. Terima kasih untuk semua ini”,  sambil ku kecup pipinya

“Mari kita masuk, sayang. Udara di luar sudah mulai dingin".

Aku berdiri, berjalan memasuki tenda mengikuti kupu-kupuku. 

Comments

Popular posts from this blog

Et cetera

Banyak hal yang harusnya bisa saya tulis dalam beberapa minggu terakhir ini. Saya berpindah ke lebih dari empat kota dalam sebulan ini, dari Lombok saya ke Bau-bau, lalu berdiam sejenal di Makasar, Jakarta, Bali lalu ke Jakarta kembali. Lelah sudah pasti, kangen suami, apalagi. Dari perjalanan ke berbagai kota itu saya bertemu banyak orang (sebagian besar adalah mereka yang tergabung dalam sebuah organisasi masyarakat sipil) dan mendaapatkan banyak sekali pengetahuan baru tentang dunia OMS ini. Bukan barang baru memang karena saya sudah terlibat di dalamnya selama kurang lebih sepuluh tahun, namun posisi saya di dalam kegiatan itu yang membuatnya berbeda. Saya harus melakukan pemeriksaan terhadap empat organisasi di sultra terkait beberapa aspek, visi dan kepemimpinan, kesolid an tim, budaya organisasi dan knowledge management. Secara umum organisasi ini punya dua problem utama yaitu soal visi dan kepemimpinan yang lemah dan kedua soal knowledge management yang kacau. Lemahnya lea

22 Februari 2013

Saya bahkan tak sempat berpikir atau berefleksi tentang ulang tahun saya. Minggu ini pekerjaan terasa begitu menggila. Pikiran saya tersita antara word, excel, keynote, email, proposal, laporan penelitian,   TOR, undangan, hotel kaos peserta, tas peserta, modul, dan tentu saja account bank kantor. Semua menarik-narik saya minta dijadikan prioritas. Saya tenggelam. Tapi saya percaya hidup tak akan membiarkan saya terus tenggelam. Saya jalani saja sambil terus berupaya menghidupkan binar mata, menegakan tubuh yang sudah lunglai dan mengembangkan sisa senyum. Pasti akan berakhir juga. Seorang teman terbaik memberikan sepanjang malam nya menemani saya melewati detik-detik ulang tahun saya. Sekumpulan batu yang lama telah ia kumpulkan   dari berbagai pantai di Indonesia ia berikan sebagai kado. Obrolan panjang kami malam itu, membuat saya lompat dari kubangan yang menenggelamkan. Ia memang selalu hadir, di saat seperti ini. Tanpa saya minta. Pagi hari, teman t

Paris I Love u

Saya penikmat film-film drama romantis, walaupun kata orang film-film macam itu “kacangan”. Ah, tapi saya tidak terlalu peduli dengan kata orang. Saya menonton dan membaca yang saya suka.   Ada satu hal yang saya nikmati dengan film-film drama romantis, mereka menampilkan tempat-tempat yang memang ingin saya datangi. Danau yang indah, city light, jalan-jalan romantis, café yang nyaman, kopi yang enak. Minggu ini saya menonton lebih dari lima film dengan setting kota Paris. Ya, saya memang selalu terobsesi dengan Paris, kota yang harus saya datangi sebelum saya mati.   Para pembuat film ini sungguh membuat saya menjadi terengah-engah untuk segera mewujudkan mimpi saya. Saya seperti ingin segera berada di sana. Mungkin sekali sebagian besar yang ditampilkan di film-film itu adalah fantasi, tapi saya tetap ingin ke sana. Saya benci dengan kenyataan bahwa film-film Indonesia tidak bisa membuat saya melihat kota-kota di Indonesia dengan cara yang sama.   Jakarta misalnya