Skip to main content

Menyusuri Jalan Cinta


Bagi insan yang sedang berkasih kasihan, pilihan moda tranportasi bisa menjadi keseruan tersendiri.  Berkaca dari pengalaman, saya termasuk orang yang senang mencoba berbagai alat transportasi saat sedang berkasih-kasihan.  Begini kira-kira perasaan yang mewarnai dalam jalan-jalan cinta saya. 

Kereta Api
Berpegian dengan kekasih dengan lereta api menghadirkan perasaan yang aneh bagi saya, saat kami berdua merasa memiliki ruang privat sekaligus bersinggungan dengan publik.  Kalau perjalanan di lakukan saat siang hari perasaan yang hadir lebih seperti seolah saya bergandengan tangan dengannya sambil menembus lorong waktu. Saat malam dan tidak terlihat apapun, yang hadir lebih seperti hangat dan nyaman, sesekali mencuri kesempatan mengecup pipi kekasih. Tentu saja kalau penumpang lain sudah mulai tertidur.

Sepeda Motor
Untuk para laki-laki dan perempuan yang kekasihnya sedang murka, ajaklah ia naik sepeda motor. Ini pengalaman saya, semarah apapun saya dengan kekasih saya, saat berboncengan sepeda motor, mau tak mau saya akan mendekap erat dia.  Saat itu sudah terjadi, tidak ada lagi kemarahan di hati. Saya suka sekali berboncengan sepeda motor dengan kekasih di jalan hijau dan sepi. Rasanya kebebasan dan kegembiraan bergumul menjadi satu. Kami biasanya berdendang bersama, atau saling menggoda.  Indah sekali dunia.

Kapal laut
Saya tidak terlalu suka naik kapal laut, mungkin karena nenek moyang saya petani. Berada di kapal laut yang tidak jelas standar keselamatannya, saya begitu penakut. Saya harus berpegang erat dengan tangan kekasih saya. Sebentar saja dia meninggalkan saya, rasanya seperti menunggu beduk maghrib. Lama dan menyiksa. Yang saya suka saat naik kapal laut, adalah atraksi yang disuguhkan oleh para mahluk lucu bernama ikan. Lumba-lumba misalnya, dalam perjalana antara Lombok-Bali, lumba-lumba sering berakrobat. Seolah ingin menunjukan kepada manusia betapa cantiknya mereka.  Pengalaman itu tak hilang dari ingatan.

Pesawat Terbang
Saya juga tidak terlalu suka dengan pesawat terbang. Bukan pengalaman di atas pesawatnya yang tidak saya suka, tapi prosesi untuk menuju ke sana. Biasanya saya harus bangun pagi, menuju bandara dan mengantri panjang di tempat check in. Bersama kekasih saya tidak pernah punya cerita seru dengan armada ini, semua biasa-biasa saja.

Becak
Ah transportasi ini bisa menghadirkan romantisme dan rasa bersalah secara bersamaan. Saya senang naik becak, keliling kota yang masih asing buat saya. Berpegangan tangan sambil menatap kekasih saya dengan mesra. Tapi saya juga selalu jatuh iba pada pengayuhnya.

Comments

kak, paralayang seru juga, lho
tandem ya..hahah. iya, pengen coba ah. cari pasangannya dulu:)

Popular posts from this blog

Jiwa Merdeka

Adakah usia membawa kita pada hampa? Dengan apa bisa kuhentikan masa? Mengembalikan muda yang bergelimang kriya Niscaya katamu? Tak ada yang niscaya pada jiwa yang merdeka

Malam Di Empang Tiga

Jam 18.30 malam saat irma telp gue dari ponselnya. Gue masih asik bergoogling di ruang meeting kecil, udah sepi tinggal gue dan si gundul pacul. Tenyata band cowoknya irma yang namanya mirip-mirip fenomena alam itu malam ini maen di w.al.h.i, di empang tiga. Kok di empang tiga yaa?? Perasaan gue di daerah mampang lokasi organisasi itu. Tapi mungkin aja gue salah, secara dah lama gak gaul ama orang-orang dunia per NGO an ini. Si irma mengajak gue melihat cowoknya maen, yang sebenernya temen kantor gue juga. Gue waktu itu semangat-semangat aja, ya apa salahnya siapa tau ada yang menarik. Gue janjian ama irma ketemuan deket republika, sebagai titik temu paling strategis. Gue meluncur naek busway dari halimun, masih penuh banget. Sampe sana ternyata dah mulai, acaranya digelar di halaman organisasi itu. Gue coba mengamati orang-orang yang ada, kok gak ada yang gue kenal. Yaaa at least gue khan kenal ama ED nya yang baru kepilih itu, yang dulu pernah gue temui waktu dia masih di Banjarmasin

Sahabat

Kamu adalah keranjang sampah saat aku susah Tapi seringkali kulupakan saat wajahku sumringah Terimakasih untuk selalu menerimaku kembali, Yang sudah tercobak cabik dalam roda mimpi Hanya pada pelukmu aku menemukan diri