Skip to main content

Hanya tentang Saya

Gue sangat kagum pada orang yang bisa multitasking, mengerjakan banyak hal sekaligus dan semua berhasil dengan baik. Gue sama sekali tidak demikian, gue hanya bisa mengerjakan satu hal saja dalam satu waktu. Kalau saat gue kerja, tiba-tiba disuruh rapat atau ketemu orang, gue membutuhkan lebih dari satu hari untuk mengembalikan mood. Apa yang sudah ada dalam otak, tiba-tiba “blup” hilang. Kondisi ini kadang sangat membuat gue gundah. Apalagi kalau ada hal yang seharusnya gue bisa membantu, tapi gue selalu tolak karena memang gue sulit sekali untuk berbagi otak. Jangankan dalam bekerja, dalam makanpun gue tidak pernah memilih lebih dari dua buah lauk. Karena gue akan bingung cara makannya dan tidak suka rasa yang bercampur-campur.

Saat ini, kondisi gue tak jauh berbeda. Disamping mengerjakan pekerjaan-pekerjaan sisa, gue juga harus mengurus semua hal untuk kepindahan gue ke lombok. Gue tidak lagi punya “passion” untuk mengerjakan hal-hal lain, tentang organisasi misalnya. Banyak hal yang harusnya masih bisa gue sumbangkan, tapi gue tiada sanggup. Hanya kalau ada momentum atau pertemuan yang memungkinkan gue untuk sumbang saran, baru gue lakukan. Tapi gue tidak bisa menyisihkan waktu khusus untuk memikirkan itu. Kadang gue merasa bersalah, tapi daripada kerjaan gue yang lain juga tidak selesai maka gue memilih konsentrasi saja di pekerjaan.

Gue juga kagum dengan orang yang bisa mengingat dengan baik sebuah buku yang dia baca. Gue sangat tidak bisa melakukannya. Berbeda dengan peristiwa yang gue alami langsung, sampai helaan nafas tiap orangpun akan gue ingat. Mana gue inget tentang teori ini dan itu, semua akan hilang seketika beberapa saat setelah gue baca. Begitu juga dengan film, gue sudah menonton Lord of The Ring lebih dari 5 kali, tapi tiap kali gue menonton gue selalu lupa lagi jalan ceritanya..he..he. Dasar dodol.

Gue rasa ini terkait juga dengan cara belajar gue. Gue belajar dengan mengalami. Gue akan mudah mengerti kalau gue melakukannya. Itulah mengapa gue tidak suka dengan diskusi-diskusi, semua tidak ada yang masuk dalam otak gue. Dan itu tidak bisa dipaksa. Sekuat apapun otak gue berusaha menerima, dia terus menolaknya. Jadi, biasanya dalam diskusi gue hanya diam, berusaha menangkap dan mengendapkan dalam waktu yang lama. Baru setelah gue bertemu peristiwanya, gue menjadi paham dan bisa berpendapat tentang topik itu.

Jadi temans, tolong jangan tersinggung atau marah kalau gue sering tidak datang diskusi atau menolak untuk rapat ditengah gue bekerja. Gue hanya tidak sepandai temans dalam membagi otak, dan tidak punya metode belajar yang sama dengan temans. Percayalah gue masih terus berusaha untuk memecahkannya.

Comments

Bivitri Susanti said…
Oh gitu ya... sumpah gw baru tau.. :-)
Gutlak dengan kepindahan lo yah! Mudah2an menyenangkan dan memberdayakan ;-)

-bs-

Popular posts from this blog

Et cetera

Banyak hal yang harusnya bisa saya tulis dalam beberapa minggu terakhir ini. Saya berpindah ke lebih dari empat kota dalam sebulan ini, dari Lombok saya ke Bau-bau, lalu berdiam sejenal di Makasar, Jakarta, Bali lalu ke Jakarta kembali. Lelah sudah pasti, kangen suami, apalagi. Dari perjalanan ke berbagai kota itu saya bertemu banyak orang (sebagian besar adalah mereka yang tergabung dalam sebuah organisasi masyarakat sipil) dan mendaapatkan banyak sekali pengetahuan baru tentang dunia OMS ini. Bukan barang baru memang karena saya sudah terlibat di dalamnya selama kurang lebih sepuluh tahun, namun posisi saya di dalam kegiatan itu yang membuatnya berbeda. Saya harus melakukan pemeriksaan terhadap empat organisasi di sultra terkait beberapa aspek, visi dan kepemimpinan, kesolid an tim, budaya organisasi dan knowledge management. Secara umum organisasi ini punya dua problem utama yaitu soal visi dan kepemimpinan yang lemah dan kedua soal knowledge management yang kacau. Lemahnya lea

22 Februari 2013

Saya bahkan tak sempat berpikir atau berefleksi tentang ulang tahun saya. Minggu ini pekerjaan terasa begitu menggila. Pikiran saya tersita antara word, excel, keynote, email, proposal, laporan penelitian,   TOR, undangan, hotel kaos peserta, tas peserta, modul, dan tentu saja account bank kantor. Semua menarik-narik saya minta dijadikan prioritas. Saya tenggelam. Tapi saya percaya hidup tak akan membiarkan saya terus tenggelam. Saya jalani saja sambil terus berupaya menghidupkan binar mata, menegakan tubuh yang sudah lunglai dan mengembangkan sisa senyum. Pasti akan berakhir juga. Seorang teman terbaik memberikan sepanjang malam nya menemani saya melewati detik-detik ulang tahun saya. Sekumpulan batu yang lama telah ia kumpulkan   dari berbagai pantai di Indonesia ia berikan sebagai kado. Obrolan panjang kami malam itu, membuat saya lompat dari kubangan yang menenggelamkan. Ia memang selalu hadir, di saat seperti ini. Tanpa saya minta. Pagi hari, teman t

Paris I Love u

Saya penikmat film-film drama romantis, walaupun kata orang film-film macam itu “kacangan”. Ah, tapi saya tidak terlalu peduli dengan kata orang. Saya menonton dan membaca yang saya suka.   Ada satu hal yang saya nikmati dengan film-film drama romantis, mereka menampilkan tempat-tempat yang memang ingin saya datangi. Danau yang indah, city light, jalan-jalan romantis, café yang nyaman, kopi yang enak. Minggu ini saya menonton lebih dari lima film dengan setting kota Paris. Ya, saya memang selalu terobsesi dengan Paris, kota yang harus saya datangi sebelum saya mati.   Para pembuat film ini sungguh membuat saya menjadi terengah-engah untuk segera mewujudkan mimpi saya. Saya seperti ingin segera berada di sana. Mungkin sekali sebagian besar yang ditampilkan di film-film itu adalah fantasi, tapi saya tetap ingin ke sana. Saya benci dengan kenyataan bahwa film-film Indonesia tidak bisa membuat saya melihat kota-kota di Indonesia dengan cara yang sama.   Jakarta misalnya