Skip to main content

Lepaskanlah


Saya berjanji dalam hati saya, jika pada suatu hari nanti saya menjadi orang tua saya dapat melepas anak saya yang telah besar dengan hati lega.  Memberi mereka kebebasan untuk menentukan hidup mereka. Mungkin itu tidak mudah, paling tidak dari yang saya lihat disekitar. Begitu terikatnya mereka dengan  anak mereka dan merasa perlu mengontrol segala aspek dari kehidupannya. Bahkan setelah anak itu sudah jauh beranjak dewasa dan ingin memiliki hidupnya sendiri.  Apa yang dialami oleh adik saya sekarang adalah contoh nyata yang bisa ambil pelajarannya. Nyokap sangat tidak rela adik saya keluar dari rumah dan punya kehidupan sendiri, karena terlalu dia pikirkan nyokap jadi gak mau makan sama sekali. Kondisi tubuhnya pun lemah, setelah empat kali bolak-balik rumah sakit, akhirnya dokter menyarankan untuk opname.

Entah mengapa nyokap begitu berat melepaskan adik saya. Tidak semudah ia melepaskan saya untuk pergi ke manapun. Sebenernya sayapun sejak lama berstrategi membiasakan orang tua saya untuk melepas saya, dengan kost dekat kantor misalnya. Tapi adik saya, sejak lahir sampai besar tidak pernah keluar dari rumah. Padahal adik sayapun perginya tidak jauh juga, dia hanya ikut pindah dengan saya ke daerah Pondok Cabe.

Saya kasihan dengan adik saya, karena dia banyak tidak bisa membantah apa yang dikatakan orang tua saya walaupun dalam  hatinya dia tidak merasa senang. Tidak seperti saya yang demonstratif menyatakan tidak suka bila saya terlalu dikekang oleh mereka. Sekarang dia menjadi dilema luar biasa, di satu sisi sudah hampir tidak bisa bertahan dengan orang tua saya, namun di sisi lain kondisi nyokap yang sakit membuat dia tidak tega untuk pergi. Untuk itulah saya berjanji, kalau saya berkesempatan menjadi orang tua, saya tidak ingin menyulitkan anak saya. Biar mereka bisa bebas menentukan hidup mereka. 

Comments

Popular posts from this blog

22 Februari 2013

Saya bahkan tak sempat berpikir atau berefleksi tentang ulang tahun saya. Minggu ini pekerjaan terasa begitu menggila. Pikiran saya tersita antara word, excel, keynote, email, proposal, laporan penelitian,   TOR, undangan, hotel kaos peserta, tas peserta, modul, dan tentu saja account bank kantor. Semua menarik-narik saya minta dijadikan prioritas. Saya tenggelam. Tapi saya percaya hidup tak akan membiarkan saya terus tenggelam. Saya jalani saja sambil terus berupaya menghidupkan binar mata, menegakan tubuh yang sudah lunglai dan mengembangkan sisa senyum. Pasti akan berakhir juga. Seorang teman terbaik memberikan sepanjang malam nya menemani saya melewati detik-detik ulang tahun saya. Sekumpulan batu yang lama telah ia kumpulkan   dari berbagai pantai di Indonesia ia berikan sebagai kado. Obrolan panjang kami malam itu, membuat saya lompat dari kubangan yang menenggelamkan. Ia memang selalu hadir, di saat seperti ini. Tanpa saya minta. Pagi hari...

Et cetera

Banyak hal yang harusnya bisa saya tulis dalam beberapa minggu terakhir ini. Saya berpindah ke lebih dari empat kota dalam sebulan ini, dari Lombok saya ke Bau-bau, lalu berdiam sejenal di Makasar, Jakarta, Bali lalu ke Jakarta kembali. Lelah sudah pasti, kangen suami, apalagi. Dari perjalanan ke berbagai kota itu saya bertemu banyak orang (sebagian besar adalah mereka yang tergabung dalam sebuah organisasi masyarakat sipil) dan mendaapatkan banyak sekali pengetahuan baru tentang dunia OMS ini. Bukan barang baru memang karena saya sudah terlibat di dalamnya selama kurang lebih sepuluh tahun, namun posisi saya di dalam kegiatan itu yang membuatnya berbeda. Saya harus melakukan pemeriksaan terhadap empat organisasi di sultra terkait beberapa aspek, visi dan kepemimpinan, kesolid an tim, budaya organisasi dan knowledge management. Secara umum organisasi ini punya dua problem utama yaitu soal visi dan kepemimpinan yang lemah dan kedua soal knowledge management yang kacau. Lemahnya lea...

Intersection

Saya tidak mengerti, mengapa kamu harus menyembunyikannya. Tahukah kamu, bahwa dari semua tutur kata dan tatapan matamu, aku tahu kamu menyukai dia. Kamu menceritakan dia berulang-ulang seolah dia adalah sumber inspirasi yang tak kunjung habis. Dia selalu mewarnai hari-harimu. Tak pernah satu haripun terlewat tanpa nama nya kau sebutkan. Yaa, memang terkadang kamu menceritakan tentang istrinya, tentang rekan kerjanya atau tentang kejadian-kejadian tidak penting. Tapi bukan kejadian itu yang ingin kau ceritakan. Kau hanya ingin menceritakan dia. Mungkin jiwamu sedang bergejolak. Ada rasa berdosa menyelinap dalam relung-relung dadamu. Tapi juga ada perasaan indah tak tertahan yang menyemburkan jutaan kegairahan hidup. Lalu tiba-tiba kerinduan menyeruak dalam lautan kegalauan yang sedang kau sebrangi, membuat langkahmu berhenti. Dan berhenti. Di titik ini, kau tidak tahu lagi harus bagaimana. Kenapa cinta ini tak lagi semudah masa SMA.. (Kau tercenung sambil memandangi bayimu yang sedan...