Skip to main content

I will Grow Through This Pain


Saya tahu saya tidak pernah punya hak untuk merasa terluka. Posisi saya seolah membuat saya pasti salah, dan dengan demikian perasaan saya tidak penting dipertimbangkan.  Saya berusaha menyampaikan pesan itu, bahwa saya tidak sanggup ada dia di sekitar saya, makanya saya rela untuk tidak hadir dalam banyak acara. Atau menghilang tiba-tiba, mencari tempat yang paling aman.  Tapi kenapa harus saya yang menyingkir dari dunia yang harusnya milik saya. 

Saya masih menggigil kalau mengingat beberapa tahun lalu,  saat itu berat badan saya menyusut drastis dan saat air mata tak henti  bertandang di pelupuk mata. Bahkan sampai saat ini teror itu masih memasuki mimpi saya, yang membuat saya terbangun dengan terkaget-kaget. Luka itu tak pernah hilang, tidak dengan perubahan sikapnya yang seolah tak pernah ada apa apa.  Saat itu saya merasa perasaan saya tak dihargai, dan bodohnya saya ulangi kembali. Saya sedikit berharap orang yang katanya peduli pada saya bisa menangkap perasaan terteror yang saya rasa. Tapi itu sudah saya coret dari harapan saya, saya tidak boleh mengandalkan siapapun kecuali diri saya sendiri. Saya yakin sampai kapanpun, sayalah yang akan diminta mengerti. Well, minggu ini saya belajar lagi, dengan cara menyakitkan. Tapi saya yakin ini membuat saya menjadi manusia yang lebih baik nantinya. 

Comments

Popular posts from this blog

Et cetera

Banyak hal yang harusnya bisa saya tulis dalam beberapa minggu terakhir ini. Saya berpindah ke lebih dari empat kota dalam sebulan ini, dari Lombok saya ke Bau-bau, lalu berdiam sejenal di Makasar, Jakarta, Bali lalu ke Jakarta kembali. Lelah sudah pasti, kangen suami, apalagi. Dari perjalanan ke berbagai kota itu saya bertemu banyak orang (sebagian besar adalah mereka yang tergabung dalam sebuah organisasi masyarakat sipil) dan mendaapatkan banyak sekali pengetahuan baru tentang dunia OMS ini. Bukan barang baru memang karena saya sudah terlibat di dalamnya selama kurang lebih sepuluh tahun, namun posisi saya di dalam kegiatan itu yang membuatnya berbeda. Saya harus melakukan pemeriksaan terhadap empat organisasi di sultra terkait beberapa aspek, visi dan kepemimpinan, kesolid an tim, budaya organisasi dan knowledge management. Secara umum organisasi ini punya dua problem utama yaitu soal visi dan kepemimpinan yang lemah dan kedua soal knowledge management yang kacau. Lemahnya lea...

22 Februari 2013

Saya bahkan tak sempat berpikir atau berefleksi tentang ulang tahun saya. Minggu ini pekerjaan terasa begitu menggila. Pikiran saya tersita antara word, excel, keynote, email, proposal, laporan penelitian,   TOR, undangan, hotel kaos peserta, tas peserta, modul, dan tentu saja account bank kantor. Semua menarik-narik saya minta dijadikan prioritas. Saya tenggelam. Tapi saya percaya hidup tak akan membiarkan saya terus tenggelam. Saya jalani saja sambil terus berupaya menghidupkan binar mata, menegakan tubuh yang sudah lunglai dan mengembangkan sisa senyum. Pasti akan berakhir juga. Seorang teman terbaik memberikan sepanjang malam nya menemani saya melewati detik-detik ulang tahun saya. Sekumpulan batu yang lama telah ia kumpulkan   dari berbagai pantai di Indonesia ia berikan sebagai kado. Obrolan panjang kami malam itu, membuat saya lompat dari kubangan yang menenggelamkan. Ia memang selalu hadir, di saat seperti ini. Tanpa saya minta. Pagi hari...

Lalu Harus Menyerah Karena Apa?

Pantaskah saya menyerah? Menyerah karena apa? Pagi ini saya masih bisa minum kopi. Membaca beberapa cerita pendek dari pengarang-pengarang yang luar biasa. Lalu saya juga masih bisa berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Ya, memang kadang saya harus memakan waktu lebih lama. Tapi, tidak pernah lebih dari 2 atau 3 jam saja. Tidak seperti ibu di Kulisusu sana yang butuh 12 jam berjalan kaki untuk keluar dari desanya. Tidak sama sekali. Siang ini sayapun masih bisa makan siang dan berbincang seru dengan teman-teman saya. Bukan perbincangan gosip kacangan, tapi perbincangan seru tentang kebodohan masing-masing. Sambil tertawa-tawa menertawakan diri sendiri. Lalu, mau menyerah karena apa? Ya tiap hari saya memang berhadapan dengan orang-orang yang sulit, tak kompeten, manja, sok tau atau keras kepala. Ya, lalu kenapa? Mama-mama di desa sana, berhadapan dengan sistem yang melarang perempuan berbicara, dan mereka bisa. Lalu, saya harus menyerah karena apa...