Skip to main content

I will Grow Through This Pain


Saya tahu saya tidak pernah punya hak untuk merasa terluka. Posisi saya seolah membuat saya pasti salah, dan dengan demikian perasaan saya tidak penting dipertimbangkan.  Saya berusaha menyampaikan pesan itu, bahwa saya tidak sanggup ada dia di sekitar saya, makanya saya rela untuk tidak hadir dalam banyak acara. Atau menghilang tiba-tiba, mencari tempat yang paling aman.  Tapi kenapa harus saya yang menyingkir dari dunia yang harusnya milik saya. 

Saya masih menggigil kalau mengingat beberapa tahun lalu,  saat itu berat badan saya menyusut drastis dan saat air mata tak henti  bertandang di pelupuk mata. Bahkan sampai saat ini teror itu masih memasuki mimpi saya, yang membuat saya terbangun dengan terkaget-kaget. Luka itu tak pernah hilang, tidak dengan perubahan sikapnya yang seolah tak pernah ada apa apa.  Saat itu saya merasa perasaan saya tak dihargai, dan bodohnya saya ulangi kembali. Saya sedikit berharap orang yang katanya peduli pada saya bisa menangkap perasaan terteror yang saya rasa. Tapi itu sudah saya coret dari harapan saya, saya tidak boleh mengandalkan siapapun kecuali diri saya sendiri. Saya yakin sampai kapanpun, sayalah yang akan diminta mengerti. Well, minggu ini saya belajar lagi, dengan cara menyakitkan. Tapi saya yakin ini membuat saya menjadi manusia yang lebih baik nantinya. 

Comments

Popular posts from this blog

Jiwa Merdeka

Adakah usia membawa kita pada hampa? Dengan apa bisa kuhentikan masa? Mengembalikan muda yang bergelimang kriya Niscaya katamu? Tak ada yang niscaya pada jiwa yang merdeka

Malam Di Empang Tiga

Jam 18.30 malam saat irma telp gue dari ponselnya. Gue masih asik bergoogling di ruang meeting kecil, udah sepi tinggal gue dan si gundul pacul. Tenyata band cowoknya irma yang namanya mirip-mirip fenomena alam itu malam ini maen di w.al.h.i, di empang tiga. Kok di empang tiga yaa?? Perasaan gue di daerah mampang lokasi organisasi itu. Tapi mungkin aja gue salah, secara dah lama gak gaul ama orang-orang dunia per NGO an ini. Si irma mengajak gue melihat cowoknya maen, yang sebenernya temen kantor gue juga. Gue waktu itu semangat-semangat aja, ya apa salahnya siapa tau ada yang menarik. Gue janjian ama irma ketemuan deket republika, sebagai titik temu paling strategis. Gue meluncur naek busway dari halimun, masih penuh banget. Sampe sana ternyata dah mulai, acaranya digelar di halaman organisasi itu. Gue coba mengamati orang-orang yang ada, kok gak ada yang gue kenal. Yaaa at least gue khan kenal ama ED nya yang baru kepilih itu, yang dulu pernah gue temui waktu dia masih di Banjarmasin

Sahabat

Kamu adalah keranjang sampah saat aku susah Tapi seringkali kulupakan saat wajahku sumringah Terimakasih untuk selalu menerimaku kembali, Yang sudah tercobak cabik dalam roda mimpi Hanya pada pelukmu aku menemukan diri