Perempuan itu mengenali perasaan-perasaan itu. Perasaan yang sudah ia timbun dengan gumpalan kasih sayang. Kenapa tiba-tiba mereka mencuat merobek otot segar kenangan manisnya. Dia mengenali rasa terhina itu, saat laki-laki itu menggagalkan janjinya untuk satu acara yang bahkan tak pernah ada. Atau rasa miris saat laki-laki itu lebih memilih pergi dengan perempuan lain, meninggalkannya di kamar hotel sendirian. Begitu juga rasa nelangsa, saat laki-laki itu membelikannya sebuah buku yang tak pernah ingin dibacanya. Perempuan itu tahu buku itu adalah buku favorit dari kekasih laki-laki itu. Perasaan-perasaan itu bersamanya lagi kini. Menunggu abadi.
Perempuan itu tersenyum manis menatap kanvas lukisnya. Malam ini dia akan membuatkan lukisan malam terindah untuk laki-laki yang dicintainya. Matanya terpejam saat kuas-kuas nya mulai menggoreskan sketsa malamnya, mulutnya tak henti mengeluarkan kata, seolah ia tengah berbincang dengan seseorang. “Selesai sudah”. Ia tersenyum lebar, ia bayangkan wajah gembira kekasihnya menerima lukisan itu. “Kasih, aku buatkan lukisan malam untuk mu” “Aku tak sabar melihatnya” Perempuan itu mengeluarkan lukisannya, meletakan tepat dihadapan kekasihnya. Sebuah pemandangan malam yang sempurna. Sebagian besar didominasi hitam keemasan yang ditimbulkan dari refleksi purnama. Bintang besar kecil berserakan di langit menempati posisi nya masing-masing. Purnama itu, ya purnama itu adalah purnama paling sempurna dari semua yang pernah ada. Lukisan itu pun mengeluarkan suara, ada jengkerik, lolongan anjing, gesekan daun. Musik alam yang menghadirkan suasana antara ad...
Comments