Berkorban? Saya tidak suka kata itu. Sok heroic sekali. Semua orang pasti berkoban di sini. Ada yang mengorbankan waktu dengan keluarga karena rapat2 yang sampai malam, ada yg mengorbankan hasrat untuk belajar tapi terbentur dengan kerjaan manajerial yang menyita waktu, ada yg mengorbankan waktu tidurnya karena deadline tiada henti. Semua berkorban. Jadi saya lebih senang menyebutnya memberi kontribusi Walaupun pilihan ini sungguh sungguh membuat saya terpusing-pusing dan terbengong-bengong, tapi saya ingin belajar dari sini. Ini bukan saatnya merasa menjadi korban, tapi saatnya menantang diri sendiri. Bisakah saya menunaikannya dengan luar bisa dan suka cita, itu tantangan saya.
Saya bahkan tak sempat berpikir atau berefleksi tentang ulang tahun saya. Minggu ini pekerjaan terasa begitu menggila. Pikiran saya tersita antara word, excel, keynote, email, proposal, laporan penelitian, TOR, undangan, hotel kaos peserta, tas peserta, modul, dan tentu saja account bank kantor. Semua menarik-narik saya minta dijadikan prioritas. Saya tenggelam. Tapi saya percaya hidup tak akan membiarkan saya terus tenggelam. Saya jalani saja sambil terus berupaya menghidupkan binar mata, menegakan tubuh yang sudah lunglai dan mengembangkan sisa senyum. Pasti akan berakhir juga. Seorang teman terbaik memberikan sepanjang malam nya menemani saya melewati detik-detik ulang tahun saya. Sekumpulan batu yang lama telah ia kumpulkan dari berbagai pantai di Indonesia ia berikan sebagai kado. Obrolan panjang kami malam itu, membuat saya lompat dari kubangan yang menenggelamkan. Ia memang selalu hadir, di saat seperti ini. Tanpa saya minta. Pagi hari...
Comments