Skip to main content

Ode Dari KSB

Mengunjungi suami di Lombok, selalu merupakan kesenangan tersendiri buat gue. Bukan hanya soal mau ketemu dia, tapi lebih dari itu biasanya gue selalu mendapatkan pengalaman menarik atau mencoba sesuatu yang baru. Kunjungan kali ini gue tidak berdiam di Mataram, karena suami gue gak dapet libur dari kantornya, gue pun mengintil dia ke Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Sebuah kabupaten baru hasil pemekaran dari kabupaten induknya yaitu Kabupaten Sumbawa. KSB seperti daerah di Sumbawa lainnya sangat gersang dan tandus, sebagian besar mata pencaharian orang-orang di sini adalah beternak, nelayan di laut (atau tambak ikan) dan bertani. Satu alasan penting yang membuat KSB berani menjadi kabupaten sendiri adalah keberadaan Newmont Nusa Tenggara (NNT).
NNT seakan menjadi roh dari daerah ini, karena keberadaan NNT penduduk di sini akhirnya mendapatkan penghasilan dari menyewakan rumah kepada pegawai NNT yang bukan berasal dari KSB. Usaha makanan dan kebutuhan sandang pun menjadi lumayan maju di sini. Sisi lain, mungkin karena promosi dari mulut ke mulut dari bule-bule yang kerja di NNT, pantai-pantai di KSB banyak dikunjungi wisatawan. Terutama buat mereka yang hobi berselancar, ombak di beberapa pantai di KSB disebut sebagai ombak terbaik di dunia. Gue baru sempat mengujungi pantai Maluk, dan gue akui pantai itu indah. Hanya sayang belum dikelola secara profesional, walaupun dapat dikategorikan tertata rapi dan bersih karena pantai itu menjadi salah satu CSR dari NNT.

Di KSB juga gue untuk pertama kalinya melihat lokasi pertambangan, walaupun harus puas dengan melihat-lihat dari luar saja karena penjagaan dan ijin untuk masuk sangatlah ketat. Di tempat yang disebut dengan Terminal I para pekerja tambang di bagian operation diangkut ke dalam dengan menggunakan bis-bis mirip di penjara-penjara Amerika. Seluruh pekerjanya masuk –keluar dengan menggunakan seragam tambang. Sekilas gue memperhatikan wajah-wajah pekerja yang baru saja selesai bertugas, mereka terlihat sangat letih. Di dekat terminal I ini juga kondisinya sangat berdebu dan hirup pikuk. Lalu lalang kendaraan penjemput pekerja tambang beradu dengan bunyi truk-truk pengangkut material untuk pabrik. Sungguh tidak nyaman bahkan untuk sekedar melintas.

Di sekeliling pabrik NNT ini juga cukup banyak pabrik atau kantor kecil yang biasanya adalah Sub Kontraktor dari NNT. Misalnya pabrik kapur, yang konon dibutuhkan untuk pengolahan, kemudian ada TRAC (toyota rent a car) yang biasanya digunakan karyawan yang ingin pulang ke Lombok atau ke Sumbawa. Yang juga sangat mencolok mata, adalah keberadaan PSK di sekitar lokasi tambang dan di daerah-daerah pantai serta klub malam, menurut suami gue memang jumlahnya cukup banyak.

Selain ke Maluk (ini adalah nama daearah tempat NNT berada) gue juga mengunjungi Taliwang ibukota KSB. Sebuah kota yang sangat kecil dan sepi. Yang berkesan dari Taliwang ini adalah makanan khasnya yang bernama Palopo (mirip dengan nama daerah di Sulawesi Barat). Palopo ini adalah kepala susu kerbau yang dikentalkan, kemudian di makan dengan air tebu. Enak, gurih dan manis. Pedagang Palopo bisanya baru muncul pada pukul 4 sore. Sayang tidak bisa bertahan lama, karena awalnya gue berniat membawakan untuk teman2 di kantor.

Itu cuma sekelumit dari cerita gue selama mengunjungi suami, yang pasti pantat gue rasanya pegel banget. Jarak Mataram- KSB yang kira-kira 6 jam perjalanan, kami tempuh dengan naek motor dengan kecepatan antara 60-80 KM/Jam. Tapi gue menikmati setiap menit dari perjalanan gue ini, walaupun abis itu rasanya pengen mindahin Uluwatu yang ada dibawah kantor ke KSB.

Comments

gepede76 said…
cepet pulang! miss u :)

-G
Darlington Gank said…
Buruh-buruh tambang dan PSK2-nya berasal dari daerah mana Ni; lokal, inter-lokal atau campuran? Ada discourse tentang Perda Syariah gak di KSB?
buruh2 tambang sebagian besar dari daerah lingkar tambang prosentasenya, karena itu ketentuan dalam kontrak karya. Nah, kalo PSK nya campur2, ada yang lokal ada interlokal. Perda Syariah, gue belum tau, kayaknya gak ada. Mereka baru mekar, jadi saat trend perda syariah mewabah mereka belum terkena imbas.

Popular posts from this blog

Et cetera

Banyak hal yang harusnya bisa saya tulis dalam beberapa minggu terakhir ini. Saya berpindah ke lebih dari empat kota dalam sebulan ini, dari Lombok saya ke Bau-bau, lalu berdiam sejenal di Makasar, Jakarta, Bali lalu ke Jakarta kembali. Lelah sudah pasti, kangen suami, apalagi. Dari perjalanan ke berbagai kota itu saya bertemu banyak orang (sebagian besar adalah mereka yang tergabung dalam sebuah organisasi masyarakat sipil) dan mendaapatkan banyak sekali pengetahuan baru tentang dunia OMS ini. Bukan barang baru memang karena saya sudah terlibat di dalamnya selama kurang lebih sepuluh tahun, namun posisi saya di dalam kegiatan itu yang membuatnya berbeda. Saya harus melakukan pemeriksaan terhadap empat organisasi di sultra terkait beberapa aspek, visi dan kepemimpinan, kesolid an tim, budaya organisasi dan knowledge management. Secara umum organisasi ini punya dua problem utama yaitu soal visi dan kepemimpinan yang lemah dan kedua soal knowledge management yang kacau. Lemahnya lea

22 Februari 2013

Saya bahkan tak sempat berpikir atau berefleksi tentang ulang tahun saya. Minggu ini pekerjaan terasa begitu menggila. Pikiran saya tersita antara word, excel, keynote, email, proposal, laporan penelitian,   TOR, undangan, hotel kaos peserta, tas peserta, modul, dan tentu saja account bank kantor. Semua menarik-narik saya minta dijadikan prioritas. Saya tenggelam. Tapi saya percaya hidup tak akan membiarkan saya terus tenggelam. Saya jalani saja sambil terus berupaya menghidupkan binar mata, menegakan tubuh yang sudah lunglai dan mengembangkan sisa senyum. Pasti akan berakhir juga. Seorang teman terbaik memberikan sepanjang malam nya menemani saya melewati detik-detik ulang tahun saya. Sekumpulan batu yang lama telah ia kumpulkan   dari berbagai pantai di Indonesia ia berikan sebagai kado. Obrolan panjang kami malam itu, membuat saya lompat dari kubangan yang menenggelamkan. Ia memang selalu hadir, di saat seperti ini. Tanpa saya minta. Pagi hari, teman t

Paris I Love u

Saya penikmat film-film drama romantis, walaupun kata orang film-film macam itu “kacangan”. Ah, tapi saya tidak terlalu peduli dengan kata orang. Saya menonton dan membaca yang saya suka.   Ada satu hal yang saya nikmati dengan film-film drama romantis, mereka menampilkan tempat-tempat yang memang ingin saya datangi. Danau yang indah, city light, jalan-jalan romantis, café yang nyaman, kopi yang enak. Minggu ini saya menonton lebih dari lima film dengan setting kota Paris. Ya, saya memang selalu terobsesi dengan Paris, kota yang harus saya datangi sebelum saya mati.   Para pembuat film ini sungguh membuat saya menjadi terengah-engah untuk segera mewujudkan mimpi saya. Saya seperti ingin segera berada di sana. Mungkin sekali sebagian besar yang ditampilkan di film-film itu adalah fantasi, tapi saya tetap ingin ke sana. Saya benci dengan kenyataan bahwa film-film Indonesia tidak bisa membuat saya melihat kota-kota di Indonesia dengan cara yang sama.   Jakarta misalnya