Pada usia berapa kita siap untuk kehilangan ibu? Setelah
mengalaminya, jawaban saya “tidak akan pernah siap”. Ibu sudah bertahun-tahun
sakit, usia saya juga sudah lebih dari 40 tahun tetap saja dunia berantakan
saat ibu pergi. Di depan keluarga dan
teman-teman saya mungkin terlihat biasa saja, tegar. Itu dengan sengaja saya
lakukan untuk menguatkan adik dan ayah saya. Ayah saya selalu merasa lebih baik
bila ada saya, karena saya terlihat paling tenang saat detik-detik kepergian
ibu saya. Dengan dingin saya harus
memutuskan banyak hal melalui diskusi dengan dokter. Kakak dan adik saya sudah
tidak ada yang sanggup bertemu dokter, mereka menyerahkan semua ke saya. Saya yang menandatangani semua berkas-berkas
itu; berkas persetujuan pemasangan ventilator, berkas penolakan tindakan pompa
jantung sampai berkas persetujuan pencopotan ventilator dan surat kematian ibu
saya.
Saya simpan kesedihan saya pada malam-malam sesudahnya. Saya menangis tak henti sampai tak bisa
bernafas. Penggalan-penggalan kenangan
dengan ibu berkelebatan tak henti di otak saya.
1. Belajar Baca dan Berhitung
Ibu adalah guru pertama saya mengenal huruf dan angka. Saya
tidak pernah melewati taman kanak-kanak karena keluarga saya tak cukup mampu
menyekolahkan anaknya ke TK. Saya belajar membaca dari ibu, saya sudah lancar
membaca sebelum masuk sekolah.
2. Jujur
Kalau saya bekerja di tempat sekarang ini, semua karena
nilai-nilai yang ditanamkan oleh Ibu.
“Orang kerja itu yang penting jujur Nduk”.
Ibu tidak pernah mengharapkan saya banyak harta, buat nya
kejujuran jauh lebih penting dari apapun.
3. Mandiri dan Tegar
Ibu selalu menggagap saya adalah anaknya yang paling
mandiri. Saya sudah mengurus diri saya sendiri sejak kecil. Mencuci sendiri
pakaian saya, berangkat sekolah sendiri sejak kelas 1 SD, mendaftar sekolah
sendiri sejak SMP, ke luar kota tanpa pengawasan orang tua dsb. Dia tak pernah
khawatir pada saya, dia yakin saya bisa
menjaga diri. Pada momen ibu pergi, saya
ingin ibu melihat saya seperti itu. Saya
ingin Ibu melihat saya baik-baik saja dan tegar menghadapi hidup seperti
biasanya.
4. Bergaul dengan banyak orang
Jangan bergaul dengan orang karena pangkatnya, hartanya atau
kedudukannya. Ibu memperlakukan semua orang dengan baik. Dia selalu membagikan
makanan ke tetangga-tetangga saya jika kami punya sedikit berlebih. “Jangan ada
tetangga yang gak makan. Orang susah itu sensitive, kamu jangan ngomong yang
kasar ke mereka”.
5. Tempat Menangis
Ibu selalu menyediakan pangkuannya buat saya menangis,
membelai rambut saya tanpa bertanya saya kenapa. Ibu tahu saya hanya butuh
menangis tanpa ditanyai apapun. Saya kehilangan orang seperti itu sekarang
dalam hidup saya, hanya ibu yang bisa melakukan itu.
Ibu, adalah kompas hidup saya. Kehilangannya telah membuat
saya sejenak kehilangan arah. Tapi, membayangkan dia di sana bahagia membuat
saya menemukan kembali arah saya. Arah mu, Ibu.
Comments