Skip to main content

2014

Ini sebetulnya tulisan basa-basi, sekadar sebagai tradisi. Basa-basipun harus terlihat seperti asli, bukan?  Jadi ini yang saya petik dari pepohonan rindang 2014.

1. Secara keseluruhan perasaan saya lebih bahagia, sebagian besar karena Red menemani saya di rumah. Saya menikmati rutinitas di pagi hari  bersama Red. Menyiram dan mengobrol dengan pohon dan bunga di rumah, membuat kopi dan pisang goreng, serta membuat satu-dua bait puisi.  Saya juga punya teman ke mana-mana, biasanya saya biasa soliter dan mengurus diri sendiri. Kami banyak bepergian dan bertualang dan bersenang-senang. Hal yang cukup menyenangkan adalah ada orang yang mengantar saya ke rumah sakit saat badan sedang tak mampu bangun. Well, biasanya saya selalu pergi sendirian atau kadang diantar teman. 

2.  Saya melihat banyak orang berdiskusi tentang uang, tapi bukan tentang ide. Banyak orang bikin ini itu, tapi tujuannya semua cari uang. Sungguh bikin saya mati rasa pada orang-orang seperti ini.  Tahun ini pun saya melihat bagaimana uang sudah mengubah banyak orang yang dekat dengan saya. Orang punya uang sering menjadi orang yang membosankan, seolah tak ada bahan lain dibicarakan. Di sisi lain tahun ini saya berkenalan dengan beberapa orang baru yang seru dan menginspirasi saya. Mereka orang yang berprinsip bahwa "orang belum bisa dibilang kaya kalau belum memiliki sesuatu yang tak bisa dibeli dengan uang". Ah, saya memuja kamu, kamu dan kamu. (emang ada tiga, maka ditulis tiga kali)

3. Saya membaca banyak buku tahun ini - bukan buku berat- sebagain besar adalah novel, puisi, cerpen dan lain-lain. Saya punya teman baru dalam membahas karya-karya sastra ini, jadi lebih semangat membahasnya:)

4.  Saya menjadi mahfum, bahwa orang kadang tidak sungguh-sungguh dengan ucapannya. Jadi, mulai terbiasa mendengar janji yang tidak ditepati, komitmen omong kosong dan pujian takbermakna. Untungnya saya jadi sadar untuk menanggapinya juga dengan tidak sungguh-sungguh. Agak merasa bersalah pada diri sendiri, ya tapi kita harus gila biar tetap waras kan.

5.  Saya mulai berpikir untuk mengakhiri banyak hal yang tak lagi memberi gairah dalam hidup saya.  Saya ingin menjalani hidup seperti orang yang jatuh cinta. Selalu berapi-api, berbinar, mencari tau, malu-malu dan tersedu. Kalau sudah mulai sering bengong menerawang, itu tanda harus diakhiri. 

6.  Saya belum tertarik melanjutkan sekolah. Biarpun disekeliling saya pergi ke berbagai negara untuk sekolah, saya justru mulai banal pada sekolah. Saya lebih tertarik mengembara, bertemu orang-orang tak terduga, bersekolah di rimba belantara semesta. Kalaupun ada subyek yang menarik hati saya satu-satunya adalah tentang pendidikan. Tata negara, politik, hukum ekonomi sudah sangat membosankan buat saya, begitu-begitu saja rasanya. 

Terimkasih 2014, tahun di mana saya kepala banyak terjedot-jedot, tergangga tak percaya, menangis sampe habis, tertawa sampai lupa. Gak apa-apa asal masih gila:)




Comments

Popular posts from this blog

Et cetera

Banyak hal yang harusnya bisa saya tulis dalam beberapa minggu terakhir ini. Saya berpindah ke lebih dari empat kota dalam sebulan ini, dari Lombok saya ke Bau-bau, lalu berdiam sejenal di Makasar, Jakarta, Bali lalu ke Jakarta kembali. Lelah sudah pasti, kangen suami, apalagi. Dari perjalanan ke berbagai kota itu saya bertemu banyak orang (sebagian besar adalah mereka yang tergabung dalam sebuah organisasi masyarakat sipil) dan mendaapatkan banyak sekali pengetahuan baru tentang dunia OMS ini. Bukan barang baru memang karena saya sudah terlibat di dalamnya selama kurang lebih sepuluh tahun, namun posisi saya di dalam kegiatan itu yang membuatnya berbeda. Saya harus melakukan pemeriksaan terhadap empat organisasi di sultra terkait beberapa aspek, visi dan kepemimpinan, kesolid an tim, budaya organisasi dan knowledge management. Secara umum organisasi ini punya dua problem utama yaitu soal visi dan kepemimpinan yang lemah dan kedua soal knowledge management yang kacau. Lemahnya lea...

22 Februari 2013

Saya bahkan tak sempat berpikir atau berefleksi tentang ulang tahun saya. Minggu ini pekerjaan terasa begitu menggila. Pikiran saya tersita antara word, excel, keynote, email, proposal, laporan penelitian,   TOR, undangan, hotel kaos peserta, tas peserta, modul, dan tentu saja account bank kantor. Semua menarik-narik saya minta dijadikan prioritas. Saya tenggelam. Tapi saya percaya hidup tak akan membiarkan saya terus tenggelam. Saya jalani saja sambil terus berupaya menghidupkan binar mata, menegakan tubuh yang sudah lunglai dan mengembangkan sisa senyum. Pasti akan berakhir juga. Seorang teman terbaik memberikan sepanjang malam nya menemani saya melewati detik-detik ulang tahun saya. Sekumpulan batu yang lama telah ia kumpulkan   dari berbagai pantai di Indonesia ia berikan sebagai kado. Obrolan panjang kami malam itu, membuat saya lompat dari kubangan yang menenggelamkan. Ia memang selalu hadir, di saat seperti ini. Tanpa saya minta. Pagi hari...

Lalu Harus Menyerah Karena Apa?

Pantaskah saya menyerah? Menyerah karena apa? Pagi ini saya masih bisa minum kopi. Membaca beberapa cerita pendek dari pengarang-pengarang yang luar biasa. Lalu saya juga masih bisa berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Ya, memang kadang saya harus memakan waktu lebih lama. Tapi, tidak pernah lebih dari 2 atau 3 jam saja. Tidak seperti ibu di Kulisusu sana yang butuh 12 jam berjalan kaki untuk keluar dari desanya. Tidak sama sekali. Siang ini sayapun masih bisa makan siang dan berbincang seru dengan teman-teman saya. Bukan perbincangan gosip kacangan, tapi perbincangan seru tentang kebodohan masing-masing. Sambil tertawa-tawa menertawakan diri sendiri. Lalu, mau menyerah karena apa? Ya tiap hari saya memang berhadapan dengan orang-orang yang sulit, tak kompeten, manja, sok tau atau keras kepala. Ya, lalu kenapa? Mama-mama di desa sana, berhadapan dengan sistem yang melarang perempuan berbicara, dan mereka bisa. Lalu, saya harus menyerah karena apa...