Pantaskah saya menyerah? Menyerah karena apa?
Pagi ini saya masih bisa minum kopi. Membaca beberapa cerita
pendek dari pengarang-pengarang yang luar biasa. Lalu saya juga masih bisa
berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Ya, memang kadang saya harus
memakan waktu lebih lama. Tapi, tidak pernah lebih dari 2 atau 3 jam saja.
Tidak seperti ibu di Kulisusu sana yang butuh 12 jam berjalan kaki untuk keluar dari desanya.
Tidak sama sekali.
Siang ini sayapun masih bisa makan siang dan berbincang seru
dengan teman-teman saya. Bukan perbincangan gosip kacangan, tapi perbincangan
seru tentang kebodohan masing-masing. Sambil tertawa-tawa menertawakan diri
sendiri. Lalu, mau menyerah karena apa?
Ya tiap hari saya memang berhadapan dengan orang-orang yang
sulit, tak kompeten, manja, sok tau atau keras kepala. Ya, lalu kenapa?
Mama-mama di desa sana, berhadapan dengan sistem yang melarang perempuan
berbicara, dan mereka bisa. Lalu, saya harus menyerah karena apa?
Kalau mama-mama dan ibu-ibu itu tidak menemukan alasan untuk
menyerah. Lalu saya harus menyerah karena apa?
Comments