Skip to main content

Menunggu Pertanda Semesta


Saya rasa saya hancur dalam dua minggu belakangan ini. Berusaha mencari tahu dari berbagai pertanda. Air, api, udara dan bumi semua bungkam. Saya tak tau lagi mencari di mana. Saya kirimkan ribuan butir air mata saya, untuk berbicara pada semesta. Tetap saja tak ada jawabnya.

Saya merasa serba salah, saya bahkan tak berani mengambil langkah. Apapun yang lakukan atau katakan, bisa disalahartikan oleh pihak manapun. Saya hanya bisa membantu sekuat tenaga bagi yang tersisa. Mengharapkan sedikit binar kembali menyala di mata mereka. Berusaha tetap berdiri dengan kaki yang tak lagi bertenaga. Dengan asa yang  makin terkikis, dengan percaya yang sudah tipis. Hanya ikatan persahabatan yang terus menguatkan dan membuat bertahan.

Saya tak ingin menyalahkan siapapun kecuali diri saya sendiri. Ya, diri saya sendiri. Semesta, apakah arti ini semua? 

Comments

Popular posts from this blog

Jiwa Merdeka

Adakah usia membawa kita pada hampa? Dengan apa bisa kuhentikan masa? Mengembalikan muda yang bergelimang kriya Niscaya katamu? Tak ada yang niscaya pada jiwa yang merdeka

Malam Di Empang Tiga

Jam 18.30 malam saat irma telp gue dari ponselnya. Gue masih asik bergoogling di ruang meeting kecil, udah sepi tinggal gue dan si gundul pacul. Tenyata band cowoknya irma yang namanya mirip-mirip fenomena alam itu malam ini maen di w.al.h.i, di empang tiga. Kok di empang tiga yaa?? Perasaan gue di daerah mampang lokasi organisasi itu. Tapi mungkin aja gue salah, secara dah lama gak gaul ama orang-orang dunia per NGO an ini. Si irma mengajak gue melihat cowoknya maen, yang sebenernya temen kantor gue juga. Gue waktu itu semangat-semangat aja, ya apa salahnya siapa tau ada yang menarik. Gue janjian ama irma ketemuan deket republika, sebagai titik temu paling strategis. Gue meluncur naek busway dari halimun, masih penuh banget. Sampe sana ternyata dah mulai, acaranya digelar di halaman organisasi itu. Gue coba mengamati orang-orang yang ada, kok gak ada yang gue kenal. Yaaa at least gue khan kenal ama ED nya yang baru kepilih itu, yang dulu pernah gue temui waktu dia masih di Banjarmasin

Sahabat

Kamu adalah keranjang sampah saat aku susah Tapi seringkali kulupakan saat wajahku sumringah Terimakasih untuk selalu menerimaku kembali, Yang sudah tercobak cabik dalam roda mimpi Hanya pada pelukmu aku menemukan diri