Skip to main content

Pemburu Percakapan


Setiap orang menanyakan apa pekerjaannya, perempuan itu menjawab mantap, “saya seorang pemburu percakapan”. Jawaban yang segera akan berbalas dengan berbagai tatapan yang sudah dikenalnya.  Ah biarlah, mengapa saya tak boleh memilih profesi saya sendiri, bukankah di luar sana juga banyak profesi-profesi aneh, penangkap hantu, penyair, budayawan, kenapa saya tak boleh menjadi “pemburu percapakapan”.  Ia ingin suatu saat nanti di KTP nya tertulis profesinya itu, keren sekali ia bayangkan.

Ia memang terobsesi pada percakapan. Sepanjang hidupnya ia telah masuk dalam rimba-rimba percakapan. Percakapan yang pura-pura, percakapan basa-basi, percakapan tak berarti, percakapan kebencian, percakapan kemarahan, percakapan merendahkan.  Hatinya makin mengecil tiap kali mendengar atau terlibat dalam percakapan-percakapan itu. Tubuhnya melemah, energinya hilang, umurnya berkurang. 

Sampai pada suatu hari ia merasa sudah hampir mati ketika hadir seorang kawan. Ia tak membawakan obat atau makanan penyembuh, ia hanya mengajaknya bercakap-cakap.  Percakapan yang tak akan ia lupakan seumur hidupnya. Percakapan yang tulus, percakapan yang lucu, percakapan yang membebaskannya dari kedukaaan. Percakapan itu menyembuhkannya. Sejak itulah ia menjadi pemburu percakapan, bukan sembarang percakapan tapi percakapan yang menyembuhkan.

Perempuan berburu di seluruh pelosok negeri, pada obrolan ibu dan anak,  suami dan istri, rekanan kerja, sepasang kekasih, guru dan murid, kakak dan adik, ekumpulan sahabat dan banyak lagi. Ia rekam percakapan itu dalam segenggam biji kopi  dan kemudian memasukan ke dalam kantong  blacu yang selalu dibawanya ke manapun.  Ia merasakan tubuhnya semakin muda dan sehat setiap kali mendengar dan merekam percakapan-percakapan itu.

Perempuan itu tak ingin menjadi begitu egois menikmati seorang diri percakapan-percakapan itu. Ia kerap mendatangi orang-orang yang membutuhkan percakapan yang baik. Suami istri yang bertengkar, kekasih yang pembual, guru yang kejam, tetangga yang suka mencela. Ia ambil biji kopi dari kantung blacunya, ia tumbuk dan membuatkan secangkir kopi untuk mereka. Dan mendadak obrolan mereka menjadi penuh cinta dan makna.

Kalau ada yang menanyakan profesinya ,  bilang saja “saya pemburu percakapan”

Comments

Popular posts from this blog

Sketsa Malam

Perempuan itu tersenyum manis menatap kanvas lukisnya. Malam ini dia akan membuatkan lukisan malam terindah untuk laki-laki yang dicintainya. Matanya terpejam saat kuas-kuas nya mulai menggoreskan sketsa malamnya, mulutnya tak henti mengeluarkan kata, seolah ia tengah berbincang dengan seseorang. “Selesai sudah”. Ia tersenyum lebar, ia bayangkan wajah gembira kekasihnya menerima lukisan itu. “Kasih, aku buatkan lukisan malam untuk mu” “Aku tak sabar melihatnya” Perempuan itu mengeluarkan lukisannya, meletakan tepat dihadapan kekasihnya. Sebuah pemandangan malam yang   sempurna.   Sebagian besar didominasi hitam keemasan yang ditimbulkan dari refleksi purnama. Bintang besar kecil berserakan di langit menempati posisi nya masing-masing. Purnama itu, ya purnama itu adalah purnama paling sempurna dari semua yang pernah ada. Lukisan itu pun mengeluarkan suara, ada jengkerik, lolongan anjing, gesekan daun.   Musik alam yang menghadirkan suasana antara ad...

Intersection

Saya tidak mengerti, mengapa kamu harus menyembunyikannya. Tahukah kamu, bahwa dari semua tutur kata dan tatapan matamu, aku tahu kamu menyukai dia. Kamu menceritakan dia berulang-ulang seolah dia adalah sumber inspirasi yang tak kunjung habis. Dia selalu mewarnai hari-harimu. Tak pernah satu haripun terlewat tanpa nama nya kau sebutkan. Yaa, memang terkadang kamu menceritakan tentang istrinya, tentang rekan kerjanya atau tentang kejadian-kejadian tidak penting. Tapi bukan kejadian itu yang ingin kau ceritakan. Kau hanya ingin menceritakan dia. Mungkin jiwamu sedang bergejolak. Ada rasa berdosa menyelinap dalam relung-relung dadamu. Tapi juga ada perasaan indah tak tertahan yang menyemburkan jutaan kegairahan hidup. Lalu tiba-tiba kerinduan menyeruak dalam lautan kegalauan yang sedang kau sebrangi, membuat langkahmu berhenti. Dan berhenti. Di titik ini, kau tidak tahu lagi harus bagaimana. Kenapa cinta ini tak lagi semudah masa SMA.. (Kau tercenung sambil memandangi bayimu yang sedan...

22 Februari 2013

Saya bahkan tak sempat berpikir atau berefleksi tentang ulang tahun saya. Minggu ini pekerjaan terasa begitu menggila. Pikiran saya tersita antara word, excel, keynote, email, proposal, laporan penelitian,   TOR, undangan, hotel kaos peserta, tas peserta, modul, dan tentu saja account bank kantor. Semua menarik-narik saya minta dijadikan prioritas. Saya tenggelam. Tapi saya percaya hidup tak akan membiarkan saya terus tenggelam. Saya jalani saja sambil terus berupaya menghidupkan binar mata, menegakan tubuh yang sudah lunglai dan mengembangkan sisa senyum. Pasti akan berakhir juga. Seorang teman terbaik memberikan sepanjang malam nya menemani saya melewati detik-detik ulang tahun saya. Sekumpulan batu yang lama telah ia kumpulkan   dari berbagai pantai di Indonesia ia berikan sebagai kado. Obrolan panjang kami malam itu, membuat saya lompat dari kubangan yang menenggelamkan. Ia memang selalu hadir, di saat seperti ini. Tanpa saya minta. Pagi hari...