Skip to main content

Tangis

Saya  ini perempuan yang cengeng. Saya cepat sekali menangis. Saat terlalu senang saya menangis, saat jatuh cinta saya menangis, saat terharus saya menangis, apalagi saat sedih. Yang saya ingat, saya pernah menangis dua  hari berturut-turut saat SMA dulu. Entah dari mana datangnya air mata saya, rasanya banyak betul persediannya. Pengen rasanya menyumbangkan ke bang IRH yang matanya sakit karena kurang air mata.

Menangis mungkin media saya mengeluarkan emosi yang paling ampuh. Habis itu biasanya saya sangat lega dan bisa menghadapi dunia. Kadang saya merasa kasihan dengan pasangan saya, pasti dia bingung harus berbuat apa saat saya menangis tanpa henti. Walaupun sebenernya saat seperti itu saya memang tidak butuh apa-apa kecuali pelukan hangat dan kecupan manis dari dia.

Namun adakalanya saat  saya mengalami perasaan kesal tiada tara, tapi entah kenapa tidak bisa menangis. Beberapa kali ini terjadi, dan cukup membuat saya bingung.   Saya coba teliti dan hayati apa sebenarnya yang sedang saya rasakan. Tidak berhasil, sampai sekarang belum mendapat jawabnya.

Soal tangis menangis ini kadang bikin saya agak tengsin juga sih, karena suka bisa terjadi kapan saja di mana saja. Satu tahun lalu misalnya, saat sedang naik transjakarta, air mata saya meleleh tanpa henti. Sudah saya coba mengalihkan pikiran saya ke manapun, tapi tak berhasil. Atau pernah juga saat sedang duduk-duduk di café bareng teman-teman. Ini masih mending sih, karena mereka bisa jadi shoulder to cry on.

Dengan menangis ini saya tidak pernah merasa saya orang yang lemah. Justru sebaliknya, saya merasa kuat luar biasa setelahnya. Bahkan kadang saya berpikir, ini salah satu sebab kenapa wajah saya agak awet muda..hehe. Karena saya melepaskan semua emosi negatif saya untuk kemudian mengisinya dengan energi baru yang positif.


Jadi teman-teman, jangan kaget ya kalau saya menangis. Cukup peluk saja aku:)

Comments

Popular posts from this blog

Et cetera

Banyak hal yang harusnya bisa saya tulis dalam beberapa minggu terakhir ini. Saya berpindah ke lebih dari empat kota dalam sebulan ini, dari Lombok saya ke Bau-bau, lalu berdiam sejenal di Makasar, Jakarta, Bali lalu ke Jakarta kembali. Lelah sudah pasti, kangen suami, apalagi. Dari perjalanan ke berbagai kota itu saya bertemu banyak orang (sebagian besar adalah mereka yang tergabung dalam sebuah organisasi masyarakat sipil) dan mendaapatkan banyak sekali pengetahuan baru tentang dunia OMS ini. Bukan barang baru memang karena saya sudah terlibat di dalamnya selama kurang lebih sepuluh tahun, namun posisi saya di dalam kegiatan itu yang membuatnya berbeda. Saya harus melakukan pemeriksaan terhadap empat organisasi di sultra terkait beberapa aspek, visi dan kepemimpinan, kesolid an tim, budaya organisasi dan knowledge management. Secara umum organisasi ini punya dua problem utama yaitu soal visi dan kepemimpinan yang lemah dan kedua soal knowledge management yang kacau. Lemahnya lea...

22 Februari 2013

Saya bahkan tak sempat berpikir atau berefleksi tentang ulang tahun saya. Minggu ini pekerjaan terasa begitu menggila. Pikiran saya tersita antara word, excel, keynote, email, proposal, laporan penelitian,   TOR, undangan, hotel kaos peserta, tas peserta, modul, dan tentu saja account bank kantor. Semua menarik-narik saya minta dijadikan prioritas. Saya tenggelam. Tapi saya percaya hidup tak akan membiarkan saya terus tenggelam. Saya jalani saja sambil terus berupaya menghidupkan binar mata, menegakan tubuh yang sudah lunglai dan mengembangkan sisa senyum. Pasti akan berakhir juga. Seorang teman terbaik memberikan sepanjang malam nya menemani saya melewati detik-detik ulang tahun saya. Sekumpulan batu yang lama telah ia kumpulkan   dari berbagai pantai di Indonesia ia berikan sebagai kado. Obrolan panjang kami malam itu, membuat saya lompat dari kubangan yang menenggelamkan. Ia memang selalu hadir, di saat seperti ini. Tanpa saya minta. Pagi hari...

Lalu Harus Menyerah Karena Apa?

Pantaskah saya menyerah? Menyerah karena apa? Pagi ini saya masih bisa minum kopi. Membaca beberapa cerita pendek dari pengarang-pengarang yang luar biasa. Lalu saya juga masih bisa berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Ya, memang kadang saya harus memakan waktu lebih lama. Tapi, tidak pernah lebih dari 2 atau 3 jam saja. Tidak seperti ibu di Kulisusu sana yang butuh 12 jam berjalan kaki untuk keluar dari desanya. Tidak sama sekali. Siang ini sayapun masih bisa makan siang dan berbincang seru dengan teman-teman saya. Bukan perbincangan gosip kacangan, tapi perbincangan seru tentang kebodohan masing-masing. Sambil tertawa-tawa menertawakan diri sendiri. Lalu, mau menyerah karena apa? Ya tiap hari saya memang berhadapan dengan orang-orang yang sulit, tak kompeten, manja, sok tau atau keras kepala. Ya, lalu kenapa? Mama-mama di desa sana, berhadapan dengan sistem yang melarang perempuan berbicara, dan mereka bisa. Lalu, saya harus menyerah karena apa...