Pagi hadir kembali. Beberapa alunan lagu, secangkir kopi dan sepotong roti. Begitu selalu ritualnya menikmati pagi. Kadang ada suaranya menemani, tapi lebih sering pagi berlalu seperti ini. Lambat dan Lamat. Tak ada hiruk pikuk, tak ada lonceng yang memburu. Syahdu dan sendu. Ini pagi yang sempurna, pekiknya. Pagi memang selalu sempurna di matanya. Tapi setelah siang, semua menjadi menggila.
Perempuan itu tersenyum manis menatap kanvas lukisnya. Malam ini dia akan membuatkan lukisan malam terindah untuk laki-laki yang dicintainya. Matanya terpejam saat kuas-kuas nya mulai menggoreskan sketsa malamnya, mulutnya tak henti mengeluarkan kata, seolah ia tengah berbincang dengan seseorang. “Selesai sudah”. Ia tersenyum lebar, ia bayangkan wajah gembira kekasihnya menerima lukisan itu. “Kasih, aku buatkan lukisan malam untuk mu” “Aku tak sabar melihatnya” Perempuan itu mengeluarkan lukisannya, meletakan tepat dihadapan kekasihnya. Sebuah pemandangan malam yang sempurna. Sebagian besar didominasi hitam keemasan yang ditimbulkan dari refleksi purnama. Bintang besar kecil berserakan di langit menempati posisi nya masing-masing. Purnama itu, ya purnama itu adalah purnama paling sempurna dari semua yang pernah ada. Lukisan itu pun mengeluarkan suara, ada jengkerik, lolongan anjing, gesekan daun. Musik alam yang menghadirkan suasana antara ad...
Comments