Skip to main content

Dicari: Inspirasi

"Ya ampun sehari2 cm denger berita bencana, korupsi, kriminal, politik busuk sampe perceraian, ga ada yg lain apa ya?? ga ada yg menghibur sama sekali, what happen to this country?(status facebook seorang teman)

Gue tercenung sejenak membaca status itu. Membuyarkan konsentrasi menulis laptah DPD yang menguras energi. Hari-hari orang indonesia memang diisi dengan kesuraman, seolah tiada kabar gembira yang telah dicapai bangsa ini. Buat sebagian orang, persoalan2 di atas mungkin menjadi diskusi yang menarik. Jadi ajang adu argumentasi dan wacana. Tapi buat orang-orang seperti teman gue di atas persoalan itu adalah energi negatif yang membayangi setiap langkah.

Contoh kecil adalah di rumah gue, kecuali gue, gak ada satupun anggota keluarga gue yang mau menonton acara debat atau dialog di TV. Mereka letih mendengar orang-orang yang menurut mereka “cuma ngomong”. Membaca koranpun hanya dipilih berita-berita yang menyenangkan. Dan gue hampir yakin, ini adalah realitas yang ada di sebagian besar masyarakat Indonesia.

Karena mereka tidak mau menonton hal yang “berat-berat”, kebutuhan informasi mereka akhirnya diisi oleh sinetron, kuis-kuis aneh di TV atau reality show yang penuh kebohongan. Padahal, orang-orang seperti mereka ini harusnya bisa diberikan informasi-informasi yang inspiring. Yang memberikan dorongan untuk berprestasi dan berkarya dalam hidup. Bahwa masih banyak hal-hal menggembirakan dan luar biasa yang dilakukan oleh orang-orang Indonesia di luar sana. Kita hanya perlu mengangkatnya dan memberikan energi positif bagi masyarakat untuk dapat berbuat serupa di tengah keterbatasan yang mereka miliki.

Comments

Darlington Gank said…
Bentul juga ya...
Bisa gak kalo secara intelektual kita pesimis/skeptis, tapi presentasi/komunikasinya inspiratif?

Popular posts from this blog

Et cetera

Banyak hal yang harusnya bisa saya tulis dalam beberapa minggu terakhir ini. Saya berpindah ke lebih dari empat kota dalam sebulan ini, dari Lombok saya ke Bau-bau, lalu berdiam sejenal di Makasar, Jakarta, Bali lalu ke Jakarta kembali. Lelah sudah pasti, kangen suami, apalagi. Dari perjalanan ke berbagai kota itu saya bertemu banyak orang (sebagian besar adalah mereka yang tergabung dalam sebuah organisasi masyarakat sipil) dan mendaapatkan banyak sekali pengetahuan baru tentang dunia OMS ini. Bukan barang baru memang karena saya sudah terlibat di dalamnya selama kurang lebih sepuluh tahun, namun posisi saya di dalam kegiatan itu yang membuatnya berbeda. Saya harus melakukan pemeriksaan terhadap empat organisasi di sultra terkait beberapa aspek, visi dan kepemimpinan, kesolid an tim, budaya organisasi dan knowledge management. Secara umum organisasi ini punya dua problem utama yaitu soal visi dan kepemimpinan yang lemah dan kedua soal knowledge management yang kacau. Lemahnya lea...

22 Februari 2013

Saya bahkan tak sempat berpikir atau berefleksi tentang ulang tahun saya. Minggu ini pekerjaan terasa begitu menggila. Pikiran saya tersita antara word, excel, keynote, email, proposal, laporan penelitian,   TOR, undangan, hotel kaos peserta, tas peserta, modul, dan tentu saja account bank kantor. Semua menarik-narik saya minta dijadikan prioritas. Saya tenggelam. Tapi saya percaya hidup tak akan membiarkan saya terus tenggelam. Saya jalani saja sambil terus berupaya menghidupkan binar mata, menegakan tubuh yang sudah lunglai dan mengembangkan sisa senyum. Pasti akan berakhir juga. Seorang teman terbaik memberikan sepanjang malam nya menemani saya melewati detik-detik ulang tahun saya. Sekumpulan batu yang lama telah ia kumpulkan   dari berbagai pantai di Indonesia ia berikan sebagai kado. Obrolan panjang kami malam itu, membuat saya lompat dari kubangan yang menenggelamkan. Ia memang selalu hadir, di saat seperti ini. Tanpa saya minta. Pagi hari...

Lalu Harus Menyerah Karena Apa?

Pantaskah saya menyerah? Menyerah karena apa? Pagi ini saya masih bisa minum kopi. Membaca beberapa cerita pendek dari pengarang-pengarang yang luar biasa. Lalu saya juga masih bisa berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Ya, memang kadang saya harus memakan waktu lebih lama. Tapi, tidak pernah lebih dari 2 atau 3 jam saja. Tidak seperti ibu di Kulisusu sana yang butuh 12 jam berjalan kaki untuk keluar dari desanya. Tidak sama sekali. Siang ini sayapun masih bisa makan siang dan berbincang seru dengan teman-teman saya. Bukan perbincangan gosip kacangan, tapi perbincangan seru tentang kebodohan masing-masing. Sambil tertawa-tawa menertawakan diri sendiri. Lalu, mau menyerah karena apa? Ya tiap hari saya memang berhadapan dengan orang-orang yang sulit, tak kompeten, manja, sok tau atau keras kepala. Ya, lalu kenapa? Mama-mama di desa sana, berhadapan dengan sistem yang melarang perempuan berbicara, dan mereka bisa. Lalu, saya harus menyerah karena apa...