Skip to main content

Puasa di Pe Es Ha Ka

Udah delapan tahun gue melewati bulan ramadhan di Pe Es Ha Ka. Tidak banyak yang berubah, lontong dan es masih jadi hidangan utama. Sesekali diselingi oleh "sesuatu" yang sedikit berbeda, misalnya serabi solo atau martabak kubang. Yang berbeda tahun ini adalah jumlah peminat yang berbuka puasa di kantor, sangat menurun drastis. Paling banyak antara 10-12 orang, gabungan anak Leip da Pe Es Ha Ka. Anak-anak yang buka di kantor juga relative lebih pasrah dari tahun lalu, gak neko-neko. Masih inget khan ama Qiki yang protes akan variasi menu, dan membantu Uki buat daftar menu selama sebulan..he..he... Tahun ini, semua nrimo dengan riang gembira apapun yang disediakan oleh Uki. Ya complain dikit-dikitlah soal sambel yang kurang pedes dsb.

Tahun ini juga (karena kehadiran gepede), frekuensi buka di luar juga lebih sering. Kwetiau apcai, bakmi senjaya dan rencananya hari ini adalah Nasi Uduk Cikini. Kita juga sempet buka di Penang Bistro atas biaya Om Soros, enak banget. EN sampe mengucapkan terimakasih kepada gepede karena diberi kesempatan makan disana. Kesian banget gak sih!! Mushola Daniel S Lev masih tetap rame setiap waktu sholat, ada tadarusan Qur'an segala bahkan. Jumlah jemaahnya pun semakin bertambah dengan MNS sebagai pimpinan jamaah.

Ini hari terakhir kita masuk kerja, besok udah masuk libur hari raya. Di sebelah, diah dan kawan-kawan lagi sibuk membuat bingkisan lebaran buat pak sai, ole, pak andi dll. Gue pasti akan sangat rindu suasana ini saat gue pindah ke Lombok nanti.

Comments

gepede76 said…
Huaaa jadi membayangkan kantor tanpa elooo....Semoga bunting asap sehingga bisa disini lebih lamaan lagi. Gue juga merasakan hal yang sama, selain merasa iba pada EN, bukber sekarang sepi banget..padahal gue juga bukber di kantor kl lagi ada ferlu ajah..C U soon ya, as soon I have myself a new mbak hehehe...:P

Popular posts from this blog

Et cetera

Banyak hal yang harusnya bisa saya tulis dalam beberapa minggu terakhir ini. Saya berpindah ke lebih dari empat kota dalam sebulan ini, dari Lombok saya ke Bau-bau, lalu berdiam sejenal di Makasar, Jakarta, Bali lalu ke Jakarta kembali. Lelah sudah pasti, kangen suami, apalagi. Dari perjalanan ke berbagai kota itu saya bertemu banyak orang (sebagian besar adalah mereka yang tergabung dalam sebuah organisasi masyarakat sipil) dan mendaapatkan banyak sekali pengetahuan baru tentang dunia OMS ini. Bukan barang baru memang karena saya sudah terlibat di dalamnya selama kurang lebih sepuluh tahun, namun posisi saya di dalam kegiatan itu yang membuatnya berbeda. Saya harus melakukan pemeriksaan terhadap empat organisasi di sultra terkait beberapa aspek, visi dan kepemimpinan, kesolid an tim, budaya organisasi dan knowledge management. Secara umum organisasi ini punya dua problem utama yaitu soal visi dan kepemimpinan yang lemah dan kedua soal knowledge management yang kacau. Lemahnya lea

22 Februari 2013

Saya bahkan tak sempat berpikir atau berefleksi tentang ulang tahun saya. Minggu ini pekerjaan terasa begitu menggila. Pikiran saya tersita antara word, excel, keynote, email, proposal, laporan penelitian,   TOR, undangan, hotel kaos peserta, tas peserta, modul, dan tentu saja account bank kantor. Semua menarik-narik saya minta dijadikan prioritas. Saya tenggelam. Tapi saya percaya hidup tak akan membiarkan saya terus tenggelam. Saya jalani saja sambil terus berupaya menghidupkan binar mata, menegakan tubuh yang sudah lunglai dan mengembangkan sisa senyum. Pasti akan berakhir juga. Seorang teman terbaik memberikan sepanjang malam nya menemani saya melewati detik-detik ulang tahun saya. Sekumpulan batu yang lama telah ia kumpulkan   dari berbagai pantai di Indonesia ia berikan sebagai kado. Obrolan panjang kami malam itu, membuat saya lompat dari kubangan yang menenggelamkan. Ia memang selalu hadir, di saat seperti ini. Tanpa saya minta. Pagi hari, teman t

Paris I Love u

Saya penikmat film-film drama romantis, walaupun kata orang film-film macam itu “kacangan”. Ah, tapi saya tidak terlalu peduli dengan kata orang. Saya menonton dan membaca yang saya suka.   Ada satu hal yang saya nikmati dengan film-film drama romantis, mereka menampilkan tempat-tempat yang memang ingin saya datangi. Danau yang indah, city light, jalan-jalan romantis, café yang nyaman, kopi yang enak. Minggu ini saya menonton lebih dari lima film dengan setting kota Paris. Ya, saya memang selalu terobsesi dengan Paris, kota yang harus saya datangi sebelum saya mati.   Para pembuat film ini sungguh membuat saya menjadi terengah-engah untuk segera mewujudkan mimpi saya. Saya seperti ingin segera berada di sana. Mungkin sekali sebagian besar yang ditampilkan di film-film itu adalah fantasi, tapi saya tetap ingin ke sana. Saya benci dengan kenyataan bahwa film-film Indonesia tidak bisa membuat saya melihat kota-kota di Indonesia dengan cara yang sama.   Jakarta misalnya