Skip to main content

Sudah Sampai Di Mana Saya?

Satu tahun ini saya banyak berbicara pada diri saya, tentang apa saja. Ya, pandemi membuat semua ini mungkin. Banyak keputusan penting yang saya ambil pada satu tahun ini. Memutuskan untuk akhirnya berani melayangkan gugatan cerai, pindah rumah, serta keputusan untuk rehat sejenak dari hiruk pikuk kepemimpinan di kantor. Mungkin ini adalah buah dari saya bicara dengan diri saya sendiri tadi. Saya merasa perlu melakukan orientasi ulang terhadap visi hidup, prioritas hidup serta yang paling penting menemukan kembali diri saya yang otentik. 

Apa jalan saya selama ini salah? Apa saya menyesalinya? Akan ada di mana saya jika saja saya mengambil pilihan yang berbeda. Bagaimana jika saya tidak bekerja di lembaga tempat saya bekerja sekarang? Bagaimana jika saya tidak menikah dengan mantan saya? Bagaimana jika ini, jika itu, dan sebagainya.  Jawabannya, tidak. Saya tidak pernah menyesali satupun keputusan yang pernah saya ambil dalam hidup. Buat saya, semua adalah bagian dari hidup, yang membentuk cara pikir, karakter, dan visi hidup. 

Tibalah saya di sini sekarang, dengan segala yang ada dalam tubuh dan pikiran saya. Melihat ke belakang, ada rasa kagum pada diri. Bukan atas pencapaian, karena saya tidak pernah merasa mencapai apa-apa. Tapi, atas keberanian dan ketabahan saya menghadapi cobaan hidup. Terlebih, karena saya sedikit sekali bercerita kepada orang lain tentang masalah saya. Mungkin hanya  1-2 orang yang cukup tahu banyak hal turun naiknya saya menjalani hidup. Saya memang tidak suka mengumbar masalah, sebagaimana tidak suka juga orang ikut campur masalah saya. 

Mau ke mana saya sekarang? Itu yang sedang saya terus cari beberapa bulan terakhir. Bersama Bram, sedang memikirkan beberapa kemungkinan, salah satunya meninggalkan kota dan berpindah ke kampung. Sebetulnya ini cita-cita lama, tapi baru sekarang betul-betul ada waktu untuk mengurusnya. Oh iya, Bram adalah partner saya, yang dalam banyak hal adalah mimpi yang mewujud. Semua yang pernah saya minta ke semesta atas lelaki yang baik, ada di dia. Semoga kami bertahan lama. 

Beberapa pilihan membutuhkan pertimbangan yang harus lebih masak. Semoga tidak kelamaan diperam, sehingga busuk sebelum waktunya. 

Comments

Popular posts from this blog

Jiwa Merdeka

Adakah usia membawa kita pada hampa? Dengan apa bisa kuhentikan masa? Mengembalikan muda yang bergelimang kriya Niscaya katamu? Tak ada yang niscaya pada jiwa yang merdeka

Malam Di Empang Tiga

Jam 18.30 malam saat irma telp gue dari ponselnya. Gue masih asik bergoogling di ruang meeting kecil, udah sepi tinggal gue dan si gundul pacul. Tenyata band cowoknya irma yang namanya mirip-mirip fenomena alam itu malam ini maen di w.al.h.i, di empang tiga. Kok di empang tiga yaa?? Perasaan gue di daerah mampang lokasi organisasi itu. Tapi mungkin aja gue salah, secara dah lama gak gaul ama orang-orang dunia per NGO an ini. Si irma mengajak gue melihat cowoknya maen, yang sebenernya temen kantor gue juga. Gue waktu itu semangat-semangat aja, ya apa salahnya siapa tau ada yang menarik. Gue janjian ama irma ketemuan deket republika, sebagai titik temu paling strategis. Gue meluncur naek busway dari halimun, masih penuh banget. Sampe sana ternyata dah mulai, acaranya digelar di halaman organisasi itu. Gue coba mengamati orang-orang yang ada, kok gak ada yang gue kenal. Yaaa at least gue khan kenal ama ED nya yang baru kepilih itu, yang dulu pernah gue temui waktu dia masih di Banjarmasin

Sahabat

Kamu adalah keranjang sampah saat aku susah Tapi seringkali kulupakan saat wajahku sumringah Terimakasih untuk selalu menerimaku kembali, Yang sudah tercobak cabik dalam roda mimpi Hanya pada pelukmu aku menemukan diri