Malam ini seperti banyak malam lain, aku datang dengan mata penuh air. Memuntahkan semua sampah yang entah mau dibuang ke mana. Semakin dewasa, semakin sedikit orang yang bisa aku percaya. Dia, adalah sedikit dari yang sudah sedikit. Bukan hanya karena aku memuja idealismenya, tapi juga usahanya untuk terus menjadi manusia yang baik. Demi konsep menjadi manusia baik yang kupercayai , aku terus menerus babak belur di hajar kenyataaan. Skeptis sudah tinggal segaris lagi kucapai. Sebentar lagi aku wisuda paripurna. Dia memeluk aku. Memunguti semua dukaku, menghapus setiap tetes air mata yang aku keluarkan. Sampai semua habis, dan tak ada kata lagi yang bisa kukeluarkan. “Mari kita usir dukamu” “Bagaimana caranya?” “Ikut aku” Ia gandeng tanganku, menyusuri jalan yang mulai sepi. Kami berhenti di sebuah rerumputan kosong yang terpapar sempurna oleh purnama. “Menarilah” “Untuk apa” “Karena kau terlihat sangat bahagia saat menari” Ia mula