2013 masih duduk di depanku. Bolak balik ia menatapku yang tercenung sambil mengaduk aduk kopiku yang hampir dingin. “Masa sedikit saja kau tak punya kenangan tentang aku. Kau menulis begitu banyak kesan pada 2012”, protesnya. Aku mulai kesal pada 2013. Sejak lengkingan terompet 1 Januari 2014 pukul 00.00 WIB, ia terus menerus menanyaiku. Sudah 15 hari dan aku masih bungkam setiap kali ia bertanya. Biar saja, aku memang berencana membuatnya bosan dan kemudian meninggalkan aku tanpa bilang-bilang. Tapi tampaknya rencanaku tak terlalu berhasil. “Baiklah”, ucapku. Kau pasti tahu, dulu aku begitu menyukai kopi. Kopi panas dan sedikit manis bersama dengan obrolan panjang yang romantis. Sekarang, aku suka kopi arabika pahit di teguk bersama beberapa. Satu cangkir kami bagi bagi, sebagaimana kami membagi ironi dan kegetiran lalu terbahak-bahak setelahnya. “Seperti itulah kau mengubahku, 2013. Sudah cukup penjelasanku?” 2013 kemudian memelukku. “Boleh