Skip to main content

Malam Di Empang Tiga

Jam 18.30 malam saat irma telp gue dari ponselnya. Gue masih asik bergoogling di ruang meeting kecil, udah sepi tinggal gue dan si gundul pacul. Tenyata band cowoknya irma yang namanya mirip-mirip fenomena alam itu malam ini maen di w.al.h.i, di empang tiga. Kok di empang tiga yaa?? Perasaan gue di daerah mampang lokasi organisasi itu. Tapi mungkin aja gue salah, secara dah lama gak gaul ama orang-orang dunia per NGO an ini. Si irma mengajak gue melihat cowoknya maen, yang sebenernya temen kantor gue juga. Gue waktu itu semangat-semangat aja, ya apa salahnya siapa tau ada yang menarik. Gue janjian ama irma ketemuan deket republika, sebagai titik temu paling strategis. Gue meluncur naek busway dari halimun, masih penuh banget.

Sampe sana ternyata dah mulai, acaranya digelar di halaman organisasi itu. Gue coba mengamati orang-orang yang ada, kok gak ada yang gue kenal. Yaaa at least gue khan kenal ama ED nya yang baru kepilih itu, yang dulu pernah gue temui waktu dia masih di Banjarmasin. Gue juga mengamati kantor organisasi itu, pandangan sekilas gue…kok lebih kecil dari yang lama ya. Apakah organisasi ini bangkrut ya..he..he..Setelah selesai band cowoknya irma maen, gue masuk ke bagian samping kantor organisasi itu. Nah baru tahu deh gue, ini emang bukan eknas, tapi w.al.h.i jakarta. Pantesan aja kecil.

Tapi bukan itu yang pengen gue ceritain disini. Kalau kita melihat penonton acara ini, maka sebagian besar adalah anak-anak dan ibu-ibu. Selesai acara sambil menunggu hujan yang tiba-tiba datang (deras pula), salah satu teman organisasi ini menceritkan tentang komunitas yang mereka dampingi. Mereka adalah anak-anak putus sekolah dan juga ibu-ibu penduduk kampung tersebut. Anak-anak ini sekarang menjadikan organisasi itu sebagai tempat untuk berkumpul, belajar dan berkreasi. Mereka mempunyai sebuah distro dengan nama "green distro". Yang mengharukan lagi penduduk kampung itu begitu mencintai organisasi ini, saat mereka tak mampu lagi bayar uang sewa karena ongkos sewa naik, penduduk kampung bernegosiasi dengan pemilik rumah, supaya tarif sewa tidak dinaikan.

Kisah-kisah kecil seperti ini menjadikan inspirasi buat gue. Gue akan berusaha menerapkan itu di lombok atau sumbawa nantinya. Melakukan perubahan dengan kreativitas. Doakan Saya!!!

Comments

dasiLia said…
Wahhh mba erni, indah sekali mimpinya :), mudah2an tercapai ya mimpinya, Ukie doain deh....
iya Uki.. gue pengen bisa berbuat sesuatu yang langsung kongkrit di masyarakat. Kayaknya lebih menyenangkan aja.

Popular posts from this blog

Rasa Sakit

Saat operasi usus buntu beberapa waktu lalu, dokter menemukan adanya kista kecil di dekat ovarium saya. Reaksi awal saya tentu saja menanyakan apakah kista itu berbahaya atau tidak. Dokter Febian, dokter yang menangani operasi saya menjelaskan lebih lanjut, kalau nanti saat mensturasi sakit sebaiknya saya periksa kepada dokter kandungan sambil membawa photo hasil operasi kemarin.  Masalahnya, saat ini saya sedang bingung dengan mengukur rasa sakit. Apakah kalau saya bilang tidak sakit maka itu memang tidak sakit? Beberapa pengalaman saya berhadapan dengan rasa sakit semakin membuat saya ragu dengan justifikasi saya sendiri, Pernah saya ke dokter gigi dengan pipi yang bengkak sampai saya hampir-hampir tidak bisa buka mulut. Saya baru tersadar bahwa saya seharusnya merasakan sakit ketika salah seorang mahasiswa mengomentari. "Wah mbak, kalau saya pipi bengkak seperti itu boro-boro ketawa-tawa kayak Mbak, mau ngomong aja males". Saat itu memang datang untuk presentasi teman

(gak) Pengen Kaya

Belakangan gue sering sekali terusik oleh pembicaraan soal kekayaan. Ada beberapa situasi berbeda yang gue hadapi yang acap membuat gue terdiam, tak bisa mengeluarkan sepatah katapun kala seseorang mengeluarkan statement soal ini. Gue lalu berpikir, apakah gue memang tidak pernah bermimpi menjadi kaya? Kenapa gue merasa itu bukan suatu yang penting? Gue memang bermimpi untuk hidup yang menyenangkan, bisa berbagi dengan orang lain, tapi bukan menjadi kaya raya. Apa yang salah dengan diri gue ya?Gue dari dulu tidak merasa harus pergi kemana-mana naik mobil, harus belanja di tempat-tempat mewah atau makan di tempat-tempat mahal. Apakah karena gue belum penah menjadi “KAYA” ? Gue tidak merasa hidup gue ini susah, gue juga bukan orang yang pelit untuk berbagi, padahal duit gue juga pas-pas an aja. Entahlah, gue jadi bingung dengan diri gue sendiri. Gue senang harus naik trans jakarta tiap hari, naek ojek, angkot, dll. Kalau gue pas naek taksi, gue sering ngajak orang yang se arah dengan